BPJS Dibuat Pusing, Banyak Ibu Setop Bayar Iuran Pasca Melahirkan

Ilustrasi BPJS Kesehatan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan menyebut, bahwa banyak ibu hamil yang menunggak membayar persalinan. Hal itu terungkap, dari analisis  terhadap  perilaku  peserta JKN-KIS segmen  Pekerja Bukan Penerima Upah yang hamil.

Dalam analisis tersebut, ada  64,7 persen peserta ibu hamil yang baru menjadi peserta JKN-KIS satu bulan  sebelum mendapatkan layanan persalinan. Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf menjelaskan, bahwa 43,2 persen dari mereka mulai menunggak iuran sebulan setelah memperoleh pelayanan persalinan.

"Hal ini menunjukkan, kecenderungan perilaku adverse selection yang merugikan BPJS Kesehatan,” ujarnya melalui keterangan resmi, Senin 21 Oktober 2019.

Sebagai  perbandingan, beberapa negara di dunia memiliki sejumlah alternatif upaya yang dapat ditempuh, untuk meningkatkan kepatuhan peserta jaminan sosial kesehatan, dalam melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran.

Hal itu juga dilakukan, untuk mengurangi adverse selection, khususnya bagi peserta yang sedang hamil atau merencanakan kehamilan.

Alternatif pertama, dengan memberlakukan masa tunggu (waiting period) selama enam bulan. Artinya, jaminan manfaat layanan persalinan baru bisa diperoleh jika seseorang sudah terdaftar sebagai peserta jaminan sosial kesehatan selama enam bulan.

Iqbal menjelaskan, skema waiting period dalam layanan persalinan adalah hal yang lumrah dilakukan di  berbagai negara yang mengelola jaminan sosial, seperti Filipina, Thailand, Vietnam, dan Ghana, mengingat tanggal persalinan relatif dapat diperkirakan dengan baik.

"Di Vietnam, waiting  period-nya 12 bulan, ditambah pembayaran iuran di muka minimal enam bulan. Di  Thailand bahkan lebih lama lagi, yaitu 15 bulan, ditambah dengan pembayaran iuran di muka minimal tujuh bulan,” tuturnya.

Alternatif kedua, dengan memberlakukan urun biaya untuk layanan persalinan. Amerika merupakan salah satu negara penyelenggara jaminan sosial, yang memberlakukan kebijakan urun biaya tersebut.

Di Indonesia, kebijakan mengenai urun biaya telah diatur dalam Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Pasal  81), dan Permenkes nomor 51 tahun 2018 (Pasal  9), tentang Besaran Urun Biaya.  Meski demikian, Iqbal menyebut jika alternatif ini bisa memberatkan pengeluaran peserta, dan tidak memberi efek jera terhadap perilaku adverse selection.

“Alternatif ketiga yang diterapkan di negara lain, adalah melalui pembayaran iuran untuk 12 bulan di muka setelah  mendapatkan layanan persalinan. Ini dimaksudkan untuk memastikan terjaminnya pelayanan kesehatan  ibu dan bayinya selama satu tahun ke depan, yang merupakan periode waktu ibu dan bayi membutuhkan pemeriksaan rutin,” kata Iqbal.