BPJS Kesehatan Terancam Rugi Rp77 Triliun Jika Tak Naikkan Iuran
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA – Meski mendapat sejumlah penolakan dari masyarakat, kenaikan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi peserta program Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) akan tetap dilakukan. Kenaikan tersebut dilakukan sebagai salah satu cara untuk menangani defisit yang selama ini dialami BPJS Kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengungkapkan bahwa hingga akhir tahun ini, defisit keuangan BPJS Kesehatan diprediksi mencapai Rp32 triliun. Bahkan, lanjut Fachmi, jika penyesuaian tarif tidak dilakukan defisit yang dialami BPJS Kesehatan bisa mencapai Rp77 triliun pada tahun 2024.
“Tahun ini proyeksi defisit Rp32 triliun. Defisit naik dari tahun 2018 sebesar Rp18,3 triliun,” kata Fachmi Idris dalam acara Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin, 7 Oktober 2019.
Meski demikian, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo, mengatakan bahwa kebijakan penyesuaian tarif iuran merupakan pilihan terakhir yang akan diambil. Adapun pemerintah melalui Kementerian Keuangan menurut Mardiasmo telah memiliki langkah strategis untuk memperbaiki keberlanjutan program JKN.
Selain melakukan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN), yakni, dengan perbaikan sistem dan manajemen JKN, memperkuat peranan Pemda. dan yang ketiga ialah menyesuaikan iuran peserta JKN.
"Sebenarnya, saya sudah bolak balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS. Dan selama itu, Penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir," kata Mardiasmo di tempat yang sama.
Sebagai informasi, usulan kenaikan itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi IX dan Komisi XI di DPR, Jakarta pada Selasa, 27 Agustus 2019. Dalam rapat dengan anggota parlemen Sri Mulyani iuran BPJS Kesehatan naik untuk semua kelas.
Untuk rinciannya, Kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu, kelas II dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu dan kelas III menjadi Rp42 ribu dari Rp30 ribu. Usulan ini lebih tinggi dibanding dengan usulan yang disampaikan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), kecuali untuk kelas III, di mana iuran kelas I Rp120 ribu, kelas II sebesar Rp75 ribu, sedangkan kelas III Rp42 ribu.
Kenaikan iuran ini merupakan yang kedua kalinya. Pada 2016 lalu, melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 dilakukan penyesuaian iuran, yakni kelas I menjadi Rp80 ribu dari sebelumnya Rp59.500, kelas II menjadi Rp51 ribu dari Rp42.500 dan kelas III jadi Rp30 ribu dari Rp25.500.