Sebar Video Porno Pasangan, Apa Sih yang Diinginkan Pelaku?
- Pixabay.com/Geralt
VIVA – Kasus revenge porn atau balas dendam dengan konten porno kembali terjadi. Kali ini kasus itu diduga dilakukan oleh seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi bernama Jibril Abdul Azis. Ia diduga melakukan hal tersebut karena rencananya untuk menikahi mantan pasangannya, yang dalam hal ini adalah korban, tidak disetujui orang tua korban.
Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2019, kasus revenge porn menempati peringkat pertama untuk kategori Kekerasan Terhadap Perempuan di Dunia Maya. Sedikitnya ada 41 kasus revenge porn yang berhasil dicatat oleh Komnas Perempuan.
Tapi, sebenarnya apa yang membuat para pelaku melakukan revenge porn?
"Saya melihat revenge porn ini memang menjadi salah satu cara paling mudah untuk menghancurkan perempuan. Banyak pelaku melakukannya untuk membunuh karakter dari perempuan," ungkap seksolog, Zoya Amirin, kepada VIVA.co.id, Selasa, 20 Agustus 2019.
Baca juga: 3 Trik Nakal Bikin Ranjang Makin Panas Ala Dokter Boyke
Dalam banyak kasus, Zoya menungkapkan bahwa banyak korban dipaksa untuk merekam adegan seks bersama pelaku. Dalam kasus lain, banyak juga pelaku yang secara diam-diam merekam adegan tersebut tanpa persetujuan korban.
"Dalam hubungan pernikahan mungkin banyak yang tidak menyadari ini, walaupun risikonya tetap ada. Tapi, yang saya lihat yang banyak melakukan hal kaya gini supaya punya daya tawar dari pasangan lebih rendah," kata Zoya.
Hal ini juga berkaitan erat dengan kultur patriarki yang menganggap perempuan lebih rendah dari laki-laki. Sehingga menjadikan revenge porn sebagai cara 'mengikat' perempuan agar tidak bisa lepas dari pria. Di sisi lain, Zoya juga mengungkapkan bahwa pelaku revenge porn memiliki kecenderungan mengalami narcissistic personality disorder.
"Narsistik di sini bukan berarti dia suka foto-foto begitu, tidak. Ini termasuk gangguan kepribadian diderita oleh laki-laki yang merasa dia hebat, bahwa dia tidak boleh dilukai harga dirinya," jelasnya.
Hal tersebut yang membuat banyak pelaku melakukan revenge porn untuk melegitimasi power-nya terhadap perempuan.