Kenali Perbedaan KB Hormonal dan Non-hormonal
- ANTARA FOTO/Maulana Surya
VIVA – Saat ini, 61 persen jenis kontrasepsi (KB) yang digunakan para wanita cenderung yang bersifat jangka pendek. Ini tidak hanya memberi efek hormonal, namun juga memberi risiko kematian yang lebih besar pada ibu.
"KB pasca persalinan banyaknya menggunakan suntik atau pil. Itu jenis kontrasepsi hormonal dengan efek samping yang cukup tinggi," ujar Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI, Eni Gustina, MPH., ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.
Berikut perbedaan KB hormonal dan non hormonal yang berhasil VIVA rangkum, Jumat 5 Juli 2019.
1. Implan dan Suntik
Implan atau dikenal sebagai KB susuk, sudah ada sejak beberapa tahun silam. Implan ini bekerja dengan cara melepas hormon ke dalam tubuh. Hormon tersebut bernama Levonogestrel (LNG) yang merupakan turunan hormon progestin.
"Tiap merek implan memiliki kadar hormon berbeda, yang menentukan kadar bertahannya di dalam tubuh. Bisa 3 sampai 5 tahun, lalu ditarik kembali untuk diganti yang baru," ujar Spesialis Kandungan RS Evasari, dr. Ridwan Mahmuddin, SpOG, kepada VIVA, di Jakarta,
Menurut Ridwan, cara kerja dari implan sangat mirip dengan KB suntik. Bedanya, jangka waktu KB suntik harus 3 bulan. Sementara, implan bisa dalam jangka panjang.
"Sekali pasang, bisa bertahun-tahun tanpa kontrol. Efek sampingnya cukup menganggu seperti mengacaukan siklus menstruasi karena bisa mens tiga bulan sekali serta membuat retensi cairan yang membuat wanita cepat gemuk," terangnya.
2. Pil KB
Kandungan pil kb terdiri dari dua jenis yaitu kombinasi dan single. Pada pil kb kombinasi, mencakup kandungan hormon estradiol dan progestrogen. Sedangkan, pil kb jenis single hanya terdiri dari satu jenis hormon yakni progestrogen.
"Pil kb single diperuntukkan untuk ibu menyusui, karena hormon estradiol memicu produksi ASI menjadi minim. Pil kb kombinasi, kedua hormon yang dikandung di dalamnya itu memang dapat memicu kegemukan dan jerawat," ujar Spesialis Kandungan RS Evasari, dr. Ridwan Mahmuddin, SpOG, kepada VIVA beberapa waktu lalu.
Dilanjutkan Ridwan, kombinasi kedua hormon itu mengandung mineralokortikoid yang membuat cairan di tubuh sulit untuk dikeluarkan atau disebut retensi cairan. Ini yang memberi efek gemuk pada tubuh wanita.
"Efek mineralokortikoid ini memberi dampak retensi cairan sehingga berat badan meningkat dan efek androgen yang berdampak pada wajah berjerawat," ungkapnya.
3. Spiral atau IUD
Ini merupakan bagian dari kontrasepsi jangka pendek. Meski ada peluang kehamilan yang tak diinginkan, spiral atau IUD masih jadi pilihan KB. "Ibu-ibu diedukasi menggunakan IUD agar bisa mengatur jarak antar kehamilannya," kata Eni.
KB IUD yang tidak mengandung hormon, tidak akan mengganggu produksi ASI. IUD yang mengandung hormon progesteron saja juga tidak akan mengganggu produksi ASI.