Sudut Pandang Psikiatri tentang Fenomena ‘Ditilang, Ngerusak Motor’

Seorang remaja merusak motor kekasihnya.
Sumber :
  • Instagram @riweuh.id

VIVA – Video seorang laki-laki yang sempat mengamuk lantaran tidak terima ditilang oleh polisi sempat viral baru-baru ini. Laki-laki yang diketahui bernama Adi Saputra itu membanting dan membongkar motornya saat ditilang oleh polisi karena tidak menggunakan helm serta tidak mampu menunjukkan STNK dan SIM.

Peristiwa itu terjadi di Jalan Letnan Soetopo, Tangerang Selatan, Kamis 7 Februari 2019, pada pukul 06.36 WIB. Banyak orang bertanya-tanya, dan menganggap reaksi Adi sangatlah berlebihan. Lalu, bagaimana sudut pandang psikiater terkait fenomena tersebut?

"Walau sangat tergoda untuk buru-buru menghakimi subyek dalam fenomena tersebut, ada satu konsep utama yang harus diingat. Kita hanya menyaksikan sekian detik dari kejadian tersebut. Itu hanya puncak gunung es (tip of the iceberg)," ungkap seorang psikiater dr. Andreas Kurniawan, SpKJ,  dalam akun Twitter-nya @ndreamon.

,

Menurutnya, perlu pemahaman lebih dalam lagi untuk mengetahui apakah sifat yang demikian meledak-ledak memang sering terjadi atau baru pada kali ini, sehingga terlalu cepat untuk menilai orangnya. Hal yang bisa dilakukan ialah menilai perilakunya.

"Ledakan emosi yang demikian besar mungkin terjadi akibat represi (sederhananya: emosi yang ditahan). Ini seperti kita menimbun sampah dalam batin kita, sampai tahap terjadi ledakan emosional. Percayalah, setiap orang bisa mengalami itu," ungkap Andreas.

Ia mengatakan, ledakan emosi pada orang yang melakukan represi adalah sesuatu yang ‘wajar’. Menurutnya, yang tidak wajar adalah apabila ledakan emosi tersebut sedemikian sering atau besarnya hingga merusak, atau mengganggu relasi, atau mengganggu kerja.

"Makanya dalam sudut pandang psikiatri, penting bagi kita untuk mengenali ketika sedang marah. Note that: bukan mencegah. Mengenali," tulis dia.

Hal tersebut agar ketika sedang marah seorang bisa mengenali dan mengendalikan. Hal itu agar tidak sampai meledak-ledak dan merugikan orang lain.

Dalam kasus yang sedang viral, Andreas menduga ledakan emosi tersebut terjadi akibat kemarahan yang tidak disadari. Ketika sedang marah, lanjut dia, banyak orang tidak sadar saat sedang marah. Padahal hal ini harusnya bisa dilatih.

"Jadi, marah itu wajar. Marah meledak dan mengganggu orang lain mungkin perlu dipertimbangkan. Kelakuan seseorang mungkin tidak baik. Apakah orang itu berarti bukan orang baik? Perlu dipertanyakan ulang," ungkap dia.

Ia mengatakan, bila seorang menjalin relasi dengan pasangan yang mungkin melakukan pola kekerasan (baik fisik atau psikis) berulang, sebaiknya perlu melakukan evaluasi akan hubungan itu.

"Apa perlu evaluasi ulang relasi kamu. Apakah bisa diperbaiki? Apa harapan kamu? Kalau bingung jawabnya, konsultasi dengan psikiater/psikolog," kata dia.

"Semua orang berhak bahagia. Jadi hilangkan pikiran ‘enggak apa-apa aku menderita asal dia bahagia’."