Ada Urunan Biaya BPJS Kesehatan, Benarkah untuk Atasi Defisit?
- ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
VIVA – Kementerian Kesehatan baru-baru ini menerbitkan Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. Dalam aturan tersebut disebutkan adanya aturan urunan pada sejumlah jenis penyakit dan juga selisih biaya pada manfaat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi daripada haknya.
Namun keluarnya peraturan ini menuai pro kontra dari sejumlah pihak. Sejumlah pihak menduga, dikeluarkannya aturan ini merujuk pada defisit dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang diprediksi mencapai Rp16 triliun. Tetapi Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Sundoyo menampik hal itu.
"Sebenarnya kalau kita coba lihat tujuan utamanya, tadi kita sudah sampaikan, tujuan utama urun biaya itu dalam rangka kendali mutu, kendali biaya dan mencegah adanya moral hazzard," kata Sundoyo saat ditemui di Kemenkes, Senin, 28 Januari 2019.
Namun, dia juga tidak menutup kemungkinan jika dalam mekanisme urun biaya tadi yang sebagian termasuk dalam INA-CBGS atau sistem pembayaran dengan sistem paket, berdasarkan penyakit yang diderita pasien.
"Memang ada kontribusi atau dampak ke sana, tapi itu bukan tujuan utama karena tujuan utamanya adalah mengendalikan moral hazzard tadi," ungkap Sundoyo menegaskan.
Sebagai informasi, pengenaan urunan biaya ini tidak dikenakan untuk semua peserta BPJS Kesehatan. Aturan ini tidak berlaku untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan pemerintah. (rna)