KPSI Minta Masyarakat Setop Berikan Stigma ODGJ di Medsos

Ilustrasi gangguan jiwa
Sumber :
  • Pixabay/Lando

VIVA – Jelang Pemilu 2019, sempat marak beredar sejumlah video yang menanyakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) terkait pilihan presidennya kelak. Menurut Ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, Bagus Utomo, hal itu hanya akan menambah stigma bagi ODGJ. Sebab itu, ia meminta masyarakat untuk berhenti menyebarkan video tersebut. 

"Mereka sudah cukup menderita karena gangguan jiwa yang dialaminya. Tidak perlu dipermalukan lagi beramai-ramai di media sosial. Bila tidak bisa membantu setidaknya jangan menyakiti," ungkap Bagus dalam pernyataan tertulisnya di Facebook Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia.
 
Ia juga meminta agar masyarakat memahami lebih dahulu, yang dimaksud Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan ODGJ. Bagus menegaskan, angka 14 juta orang adalah prevalensi orang yang mengalami gangguan mental emosional. 

Menurut Bagus, orang dengan gangguan mental emosional ini belum tergolong ODGJ melainkan ODMK. Mereka memiliki spektrum masalah kesehatan jiwa dari ringan sampai sedang. Sementara mereka yang mengalami Gangguan Jiwa Berat atau ODGJ adalah 400 ribu orang atau 1,7 per 1000 penduduk. Lebih jauh, ia juga mengatakan bahwa orang dengan gangguan Jiwa dapat memilih dalam pemilu.
 
"Gangguan Jiwa adalah kondisi yang dinamis. Ketika gejalanya dapat terkendali dengan baik dengan pengobatan rutin secara medis maka dia dapat beraktivitas apapun sama seperti orang lain pada umumnya," kata Bagus.

Ia melanjutkan, sebelum pemilu 2014 pun ODGJ sudah banyak yang ikut memilih dalam pemilu. Bahkan, banyak penderita gangguan jiwa berat skizofrenia sudah lebih dari 5 kali ikut pemilu dan mampu menunaikan hak nya dengan baik. Pendataan ODGJ sebagai pemilih sejak tahun 2014 dilakukan di RS Jiwa dan panti milik pemerintah. 

Mereka yang didaftarkan sebagai pemilih adalah mereka yang kondisinya sudah stabil. Sementara ODGJ yang kondisinya sedang gaduh gelisah di RS Jiwa tentunya tidak dapat didata. Demikian juga yang gangguan jiwanya sangat berat dan permanen tidak dapat didata. 

"Mereka yang masih terpasung, ODGJ yang menggelandang atau disebut juga gelandangan psikotik belum dapat didaftarkan sebagai pemilih. Karena mereka Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja tidak punya, sehingga belum bisa didaftarkan BPJS Kesehatan. Akibatnya tidak bisa berobat. Tanpa pengobatan yang baik kondisi mentalnya tidak memungkinkan untuk ikut serta sebagai pemilih dalam pemilu," ungkap Bagus. 

Bagus juga menambahkan, pernyataan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah pengakuan negara atas hak-hak orang dengan disabilitas sesuai Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas yang telah diratifikasi oleh Republik Indonesia.
 
"Orang Dengan Disabilitas (ODD), termasuk penyandang disabilitas mental memiliki hak politik yang sama dengan seluruh warga negara lainnya. Dan mereka mampu melaksanakan hak pilih mereka dengan baik," ujar Bagus. (ldp)