Efek Mengerikan Polusi, dari Masalah Reproduksi hingga Kanker
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA – Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan bahwa pencemar udara, ozon dan particulate matter (PM) atau debu mengindikasikan ada risiko kesehatan. Standar tahunan nasional dan WHO menetapkan angka masing-masing 15 ug/m3 dan 10 ug/m3, namun konsentrasi PM tahunan 42,2 ug/mg3 dan 37,5 ug/m3.
Parameter pencemar lain, yaitu ozon juga mengkhawatirkan. Standar nasional dan Jakarta masing-masing 50 ug/m3 dan 30 ug/m3. Namun, dalam tujuh tahun terakhir di sejumlah wilayah, seperti Bundaran HI, Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk angkanya di atas itu.
Peneliti kualitas udara dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Driejana mengatakan, Indonesia yang panas sepanjang tahun berdampak pada ozon yang terjadi sepanjang tahun.
"Efek kronik baru ditemukan beberapa bukti eksposur jangka panjang ozon menyebabkan penyakit kardiovaskular, masalah reproduksi, dan perkembangan," kata Driejana dalam diskusi publik 'Catatan Kualitas Udara: Akankah Jakarta Lepas dari Pencemaran Udara di Tahun 2019?' di Gedung Sarinah Thamrin, Jakarta, Senin 14 Januari 2019.
Driejana menambahkan, ini merupakan masalah serius yang terkait dengan generasi penerus, di mana perkembangan otak mereka bisa terpengaruh. Belum lagi penyakit kanker yang menjadi penyakit katastropik saat ini, yang menelan biaya dan penderitaan sangat besar.
Karena itu, Driejana mendorong semua pihak agar bisa mencari jalan keluar agar bisa menekan angkanya. Sebenarnya ozon bukan pencemar yang tinggi, namun paparan terus menerus akan menimbulkan efek yang tidak ada batasnya. Meski konsentrasi kecil, tapi bila terpapar terus menerus akibatnya bisa fatal. (ldp)