5 Alasan Mengapa Pasangan Bahagia Jarang Umbar Mesra di Medsos

Ilustrasi pasangan selfie
Sumber :
  • Pexels

VIVA – Belum lama ini publik dikagetkan dengan kabar gugatan cerai yang dilayangkan Gisella Anastasia pada suaminya Gading Marten. Selama ini keduanya selalu terlihat tampil mesra baik di televisi maupun di media sosial.

Hal ini menjadi pertanyaan banyak pihak mengapa mereka yang terlihat selalu harmonis, seketika memutuskan untuk berpisah. Sayangnya, banyak fakta yang tidak banyak diketahui publik terkait dengan postingan bahagia di media sosial.

Namun dilansir laman Inc, justru mengungkap, bahwa pasangan yang benar-benar bahagia justru jarang mengumbar kemesraan atau bahkan momen bahagia di media sosial.

Berikut ini lima fakta mengapa pasangan yang benar-benar bahagia jarang mengumbar kemesraan di media sosial.

1. Tidak butuh pengakuan dari orang lain

Ketika dua orang terus-menerus memposting hal romantis yang penuh dengan narasi kebahagian, sebenarnya itu adalah cara untuk meyakinkan orang lain bahwa mereka berada dalam hubungan yang bahagia dan sehat. Hal tersebut sebenarnya adalah cara untuk membohongi diri sendiri dengan berpikir bahwa mereka berada dalam hubungan yang bahagia dan sehat.

Seperti dilansir dari Inc.com, Sexolog Nikki Goldstein mengatakan  orang-orang paling sering mencari validasi untuk hubungan mereka dari orang lain di media sosial. Pasangan yang benar-benar bahagia tidak butuh pengakuan orang lain untuk terlihat bahagia.

2. Sering posting di medsos cenderung menjadi psikopat dan narsistik

Sebuah survei terhadap 800 pria berusia 18 hingga 40 tahun menemukan bahwa narsisisme dan psikopati bisa diprediksi dari jumlah selfie yang di-posting, sedangkan narsisisme dan objektifikasi diri meramalkan foto-foto editan yang diposting di jejaring media sosial.

Studi lain menemukan bahwa posting, penandaan, dan komentar di Facebook sering dikaitkan dengan narsisme pada pria dan wanita. Singkatnya, semakin sering mem-posting atau terlibat di media sosial, semakin besar kemungkinan seorang untuk menjadi narsistik atau bahkan lebih buruk, psikopat.

3. Ketika bahagia, tidak akan terganggu oleh media sosial.

Mereka yang benar-benar bahagia akan menikmati kebahagiaan satu sama lain. Ini artinya mereka akan sangat jarang untuk mengunggah hal tersebut ke media sosial. Itu sebabnya kita akan melihat pasangan ini mem-posting kolase perjalanan mereka  setelah mereka pulang. Mereka terlalu asyik dengan bersenang-senang daripada harus terus mem-posting gambar.

4. Pasangan yang sering mem-posting di medsos merasa tidak aman

Setelah melakukan survei terhadap lebih dari 100 pasangan, para peneliti dari Northwestern University menemukan bahwa mereka yang lebih sering mem-posting di media sosial tentang pasangan mereka sebenarnya merasa tidak aman dalam hubungan mereka.

5. Tidak bergantung pada hubungan untuk kebahagiaan.

Seorang yang sering mem-posting foto kebahagiaan di media sosial menggantungkan kebahagiannya dalam hubungan. Peneliti dari Albright College menyebut ini Relationship Contingent Self-Esteem (RCSE). RCSE digambarkan sebagai bentuk harga diri yang tidak sehat yang tergantung pada seberapa baik hubungan Anda.

Orang-orang ini menggunakan media sosial untuk membual tentang hubungan mereka, membuat orang lain cemburu, atau bahkan memata-matai pasangan mereka. Mereka yang bahagia tidak perlu menggantungkan kebahagiaan itu pada sebuah hubungan.

"Hasil ini menunjukkan bahwa mereka yang memiliki hasil RCSE yang tinggi merasa perlu menunjukkan kepada orang lain, pasangan mereka dan mungkin diri mereka sendiri bahwa hubungan mereka baik-baik saja dan dengan demikian, mereka baik-baik saja," kata asisten profesor psikologi Albender Gwendolyn Seidman, PhD.