Indonesia Rentan Ancaman Wabah Penyakit Baru

Ilustrasi penelitian virus Hepatitis
Sumber :
  • www.pixabay.com/Prylaler

VIVA – Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Siswanto, MHP, DTM memaparkan kesiapan Indonesia menghadapi wabah penyakit infeksi baru. 

Seiring meningkatnya populasi penduduk dunia, melesatnya arus imigrasi dan emigrasi beserta perubahan iklim, risiko munculnya wabah penyakit infeksi baru (New Emerging Infectious Disease) di dunia pun meningkat. Peningkatan ancaman keamanan kesehatan global menjadi ancaman serius bagi sistem kesehatan nasional dan mengakibatkan kerusakan besar bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. 

Indonesia pun pernah mengalaminya saat menghadapi outbreak flu burung, yang menanggung beban ekonomi sampai Rp4 triliun, serta penurunan perdagangan dan pariwisata. Keamanan kesehatan global mengakibatkan dampak kerusakan pada pembangunan ekonomi dan stabilitas negara serta perdagangan barang dan jasa, pariwisata, dan stabilitas demografi. 

“Sebanyak 2/3 kasus wabah penyakit infeksi baru bersifat zoonotik, alias ditularkan dari hewan ke manusia; dari hewan yang bersifat vektor seperti nyamuk hingga reservoir seperti tikus atau kelelawar,” tutur Kepala Badan Litbangkes Kemenkea RI Siswanto, pada jumpa pers di sela sela pertemuan GHSA ke 5 di Nusa Dua, Bali, dikutip dari siaran pers Kemenkes RI, Rabu 7 November 2018. 

Menurut Siswanto, kini Indonesia sudah lebih siap menghadapi potensi wabah infeksi dengan prinsip One Health yang dikampanyekan oleh negara-negara GHSA. Selain memakai pendekatan One Health, Siswanto juga menyatakan peran kunci untuk melindungi Indonesia dari wabah penyakit infeksi baru terletak pada laboratorium. 

“Saat ini yang sedang kami kerjakan adalah memperkuat simpul-simpul lab tersebut, kerjasama dengan Balai Besar Veteriner dan jejaring INDOHUN, yakni Fakultas Kedokteran yang laboratoriumnya bisa kami gunakan,” tambah Siswanto. 

Laboratorium-laboratorium ini menjadi garda terdepan dalam menjaga keselamatan hayati (biosafety), dengan berbagai langkah pengaman agar jangan sampai laboratorium malah menjadi sumber infeksi. Selain itu, laboratorium juga berperan menjaga keamanan hayati (biosecurity) dengan cara menjaga berbagai kontennya yang bersifat infeksi agar tidak bocor keluar atau disalahgunakan pihak tidak bertanggung jawab. 

“Makin ke sini, makin banyak laboratorium di Indonesia yang dapat mendeteksi penyakit infeksi baru – maupun penyakit infeksi lama yang bermutasi,” ujar Penanggung Jawab Biosafety Level 3 di Badan Litbangkes Indonesia, Ni Ketut Susilarini. “Kasus flu burung yang terakhir kali kami tangani terjadi di tahun 2017, padahal sebelumnya dari sejak awal ia merebak, setiap bulan pasti ada saja kasus flu burung.” 

Dari konteks nasional, pertemuan GHSA ke-5 diharapkan dapat mendorong penguatan ketahanan kesehatan nasional dan lebih meningkatkan kerja sama lintas-sektor, serta menjadi ajang bagi Indonesia untuk berbagi praktik terbaik dalam pencapaian ketahanan kesehatan global dan nasional. Selain itu, di pertemuan GHSA Bali ini, Indonesia menjadi contributing country untuk paket aksi biosafety and biosecurity.