Biaya Rp4 Triliun Digelontorkan BPJS untuk Cuci Darah
- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Biaya dialisis atau cuci darah yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan pada 2 tahun terakhir 2016 dan 2017 adalah Rp 3,9 Triliun dan melonjak ke angka Rp 4,6 Triliun. Biaya tersebut menempati posisi kedua tertinggi dari biaya penyakit yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Lebih lanjut, pada tahun 2017 berdasarkan jumlah kunjungan 4.200.678 dan jumlah pasien dialisis berdasarkan nomor kartu kepesertaan yaitu 73.737 pasien, didapatkan rata-rata kunjungan adalah 56 kali per tahun. Angka ini hanya 58 persen dari idealnya jumlah kunjungan 96 kali setahun (dengan asumsi 8 kali kunjungan per bulan). Artinya, fungsi hemodialisa masih belum optimal.
Beberapa hal masih menjadi pemicu kondisi tersebut seperti faktor kepatuhan pasien, faktor pasien meninggal dunia, atau adanya hambatan akses pasien untuk mendapatkan perawatan, seperti proses rujukan berjenjang yang berbelit, atau minimnya jumlah fasilitas hemodialisis.
Kenyataan yang terjadi dengan tingginya defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan harus disoroti dan ditindaklanjuti secara serius. Biaya penyakit katastropik yang cukup tinggi, seperti contohnya dialisis tidak dapat diabaikan.
"Banyak yang perlu dibenahi khususnya kemudahan bagi pasien dialisis mendapatkan layanan yang berkualitas baik melalui hemodialisis maupun CAPD sebagai salah satu alternatif terapi pengganti ginjal yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien Gagal ginjal kronis dan sekaligus menjadi solusi pengendalian biaya kesehatan negara," ujar Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia, dr. Aida Lydia, PhD., Sp. PD-KGH, dalam acara InaHEA, di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu 31 Oktober 2018.
Saat ini hanya ada satu penyedia CAPD di Indonesia. Ditambah dengan belum siapnya sistem distribusi dan rendahnya edukasi baik kepada pasien dan dokter menyebabkan pertumbuhan jumlah pasien CAPD dari tahun ke tahun sangat lambat.
Kenyataan ini diperkuat dengan data IRR edisi 10 tahun 2017 yang baru saja diluncurkan oleh Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) bulan Oktober 2018, pertumbuhan CAPD dari tahun ke tahun menunjukkan pada tahun 2015 sejumlah 1674 pasien, 2016 menurun menjadi 1594, dan di tahun 2017 tercatat 1737 pasien.
"Saat ini kami sedang menjalankan sebuah uji coba peningkatan cakupan pelayanan CAPD di Jawa Barat, yang hasilnya diharapkan di akhir tahun 2018 dan dapat menjadi sebuah rujukan untuk kebijakan nasional. Program yang kami inisiasi ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi pengendalian biaya hemodialisa.
"Target kami adalah meningkatkan jumlah pasien CAPD dari 3 persen menjadi 30 persen," ujar Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kemenkes, dr. Tri Hesty Widyastoeti, Sp.M, MPH, di kesempatan yang sama.