48 Juta Anak Usia Dini Teracuni Timbal Cat Tiap Hari

Gadis kecil mengenakan kostum sederhana ke sekolahnya.
Sumber :
  • Instagram gang5al.

VIVA –  BaliFokus, yayasan yang bergerak di bidang kesehatan, lingkungan dan pembangunan melansir data mengejutkan. Yayasan yang kini berganti nama menjadi Yayasan Nexus Kesehatan, Lingkungan dan Pembangunan (Yayasan Nexus3) itu memaparkan jika ada 48 juta lebih anak Indonesia usia 0-9 tahun terpapar racun berbahaya timbal dari cat.

Penasehat Senior Yayasan BaliFokus/Nexus3, Yuyun Ismawati menjelaskan, angka aman kandungan timbal pada cat yang direkomendasikan WHO di bawah 90 ppm. Sementara dari hasil penelitiannya, masih banyak perusahaan cat yang menggunakan timbal untuk produk mereka dengan kandungan yang amat mengerikan.

Pada 2013 dan 2015, Yayasan BaliFokus/Nexus3 melakukan penelitian terhadap produk cat yang banyak dijual di Indonesia. Hasilnya, mayoritas perusahaan masih menggunakan timbal dalam jumlah tinggi. Hanya tujuh perusahaan yang menggunakan timbal di bawah 90 ppm.

“Kami mengambil 78 sampel random dari toko dan kami periksa ke laboratorium di Italia. Timbal yang terkandung dari sampel yang kami kirim variatif mulai dari di bawah 90 ppm hingga 116 ribu ppm,” kata Yuyun di sela penelitian mainan anak di sejumlah PAUD, TK, TPA dan SD di Denpasar, Selasa 23 Oktober 2018.

Tahun 2015 lembaganya kembali melakukan penelitian terhadap 121 sampel cat. “Yang paling tinggi tahun 2015 untuk kandungan timbalnya berada pada angka 102 ribu ppm. Tapi jumlah perusahaan dengan penggunaan timbal di bawah 90 ppm meningkat dari penelitian kita tahun 2013, dari tujuh perusahaan menjadi 15 perusahaan,” tuturnya.

Menurutnya, banyak sekolah di Indonesia mulai dari PAUD, TK, TPA dan SD yang menggunakan cat berwarna-warni. Padahal, cat berwarna-warni mengandung racun timbal yang amat membahayakan bagi perkembangan otak anak dan merusak sistem saraf.

“Di negara maju seperti Amerika dan Eropa sejak 50 tahun yang lalu ada pelarangan penggunaan timbal sebagai pewarna cat, karena mereka tahu bahayanya. Di negara berkembang dan miskin masih banyak dijual (cat mengandung timbal melebihi ambang batas aman sesuai rekomendasi WHO,” kata Yuyun.

Ia menjelaskan, mengapa penggunaan timbal pada cat di negara berkembang dan miskin masih dipakai oleh perusahaan produsen cat. sebabnya, kata dia, belum ada peraturan pemerintah yang melarang dengan tegas perusahaan cat yang menggunakan timbal.

“Di Indonesia, sekolah-sekolah justru menggunakan cat warna-warni pada mainan mereka seperti ayunan dan lainnya. Artinya anak terpapar setipa hari debu mengandung timbal. Mereka tidak sadar menghirup. Dari seluruh dari keseluruhan, cat berwarna oranye mengandung paling banyak timbal yakni 116 ribu ppm,” ujarnya.

Pada tahun 2014 pemerintah mengeluarkan SNI Nomor 8011:2014 yang menetapkan standar timbal dalam cat 600 ppm. Saat itu, Yuyun mengaku terjadi negosiasinya alot sekali antara NGO, perusahaan cat dan pemerintah.

“Kami dari NGO meminta ambang batasnya 90 ppm. Tapi perusahaan cat meminta bertahap, karena tidak sanggup kalau langsung drastis jadi 90 ppm. Sementara SNI Nomor 8011:2014 itu sifatnya sukarela saja kepada perusahaan cat dan biasanya hanya berlaku dua tahun. Selanjutnya pemerintah akan mengkaji ulang,” ujar Yuyun.

Keluarkan regulasi

Sejak 2014, Yuyun mengaku NGO di Indonesia terus mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi untuk mengontrol penggunaan timbal. Sebab, pada 2012 WHO mendorong untuk negara-negara melarang penggunaan timbal di dalam cat.

“Sejak itu, kampanye itu pentingnya menjamin masa depan anak-anak terus digelorakan oleh NGO di dunia. Nah, saat ini pekan internasional keracunan dari timbal cat. Kami kembali mengingatkan komitmen itu,” tutur Yuyun.

“Kalau pemerintah mau serius, mau melindungi bonus demografi berkualitas, dari sejak TK anak-anak Indonesia harus dijamin semua fasilitas mereka tidak mengandung bahan beracun,” tambahnya.

Yayasan BaliFokus/Nexus3 mendorong pemerintah untuk melarang produksi, melarang impor, mendistribusikan dan memperjual-belikan serta melarang penggunaan cat yang mengandung timbal. “Tidak bisa sukarela lagi. Meracuni anak-anak tidak bisa kita berikan perusahaan untuk sukarela dalam mengurangi timbalnya. Risikonya besar sekali,” ujarnya.

“Industri cat tak boleh lagi menggunakan timbal. Itu harus dilarang. Penggantinya sudah ada di Indonesia yang organik, tanpa timbal. Beda biayanya hanya 4-5 persen bagi mereka yang mengganti dari timbal ke organik,” papar dia.

Apalagi, tak semua spektrum warna yang dikeluarkan oleh perusahaan mengandung timbal. Dari ratusan produk spectrum warna, Yuyun menyebut hanya sekitar 20 spektrum warna saja yang mengandung timbal.

“Produsen itu kan memproduksi ratusan spektrum warna. Yang menggunakan timbal sekitar 20 spektrum warna saja dari ratusan itu. Sekarang, ini sudah menjadi seruan global. Pemerintah harus melarang kalau serius mau melindungi 48 juta anak-anak Indonesia,” kata Yuyun.

Ia mengimbau kepada pihak sekolah yang masih menggunakan cat warna-warni untuk rajin membersihkan agar debu timbal tak terus terhirup oleh anak-anak. “Dibersihkan dengan cara di-lap, lalu lantai selalu dibersihkan, di-pel. Timbal dalam debu terserap 50 persen pada anak, 10 persen orang dewasa,” kata dia.