Kini Operasi Tiroid Bisa Tanpa Bekas Luka

Ilustrasi Ruang Operasi.
Sumber :
  • Pixabay/ Sasint

VIVA – Sebuah riset yang dilakukan oleh IMS Health pada 2015 lalu, menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan penderita tiroid tertinggi di Kawasan Asia Pasifik.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, yang kala itu dijabat oleh, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati menyebutkan  17 juta masyarakat Indonesia menderita tiroid, baik jinak maupun ganas (kanker).

Pembedahan merupakan terapi yang paling sering dilakukan untuk penderita tumor tiroid. Terdapat dua jenis pembedahan yang dapat dilakukan yaitu secara konvensional dengan meninggalkan parut di leher atau endoskopi. Pembedahan cara endoskopi atau yang dikenal sayatan minimal dapat dilakukan melalui sayatan di daerah ketiak, payudara atau belakang telinga. Divisi Bedah Onkologi RSCM telah mengembangkan tindakan endoskopi pada tumor tiroid ini dengan hasil yang memuaskan, karena keuntungannya adalah letak parut yang tersebunyi.  Namun demikian, penanganan ini dinilai masih kurang sempurna, karena masih menimbulkan bekas parut.

Bagi sebagian pasien hal ini tentu mengganggu. Terlebih, kasus tiroid sendiri 80 persen diderita oleh perempuan, sehingga pertimbangan kosmetika benar-benar diperhatikan.

Tapi dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, kini telah ditemukan metode yang disebut Transoral Endoscopic Tyroidectomy Vestibular Approach (TOETVA). Metode ini mengangkat tiroid dengan memasukkan alat melalui rongga mulut. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kosmetika yang selama ini kurang dipertimbangkan dalam metode sebelumnya.

"Kita berusaha memperhitungkan beragam faktor bahwa selain mengangkat tumor kita juga memperhitungkan estetika, karena parut bekas operasi dapat terlihat jelas melintang pada leher dan hal ini bisa dikeluhkan oleh sebagian pasien. Endoskopi dengan sayatan pada ketiak, payudara dan belakang telinga juga masih menimbulkan parut walaupun letaknya  lebih tersembunyi tersembunyi," ungkap dokter spesialis bedah, dr Nina Irawati, Sp.B, kepada VIVA di RSCM Jakarta, Rabu 26 September 2018. 

Metode TOETVA pertama kali diperkenalkan di Jerman pada tahun 2010, namun kembali disempurnakan dan diperkenalkan pada tahun 2011 di China. Untuk Asia, dokter-dokter yang mempopulerkan  TOETVA adalah dr Angkoon Anuwong dan dr Pornpeera Jitpratoom dari Bangkok Police Hospital, Thailand.  

Untuk Indonesia, teknik ini baru diperkenalkan di RSCM oleh dr Pornpeera Jitpratoom. Selain tidak meninggalkan bekas parut, metode TOETVA ini, menurut Pornpeera, juga dinilai menguntungkan, karena mampu untuk menjangkau dua lokasi tiroid sekaligus. Hal yang sebelumnya tidak bisa dilakukan dengan metode endoskopi lainnya.

"Jadi kalau dengan metode sayatan seperti belakang telinga hanya bisa mengangkat kelenjar gondok satu sisi, namun dengan TOETVA ini kita bisa mengangkat kedua sisi  tiroid sekaligus bila diperlukan, misalnya kasus kanker. Selain itu rasa nyeri juga lebih sedikit dan waktu perawatan juga lebih singkat yakni hanya dua hingga tiga hari. Metode ini terbukti aman," ujar Pornpeera yang telah mengerjakan hampIr 1000 kasus TOETVA.

Namun, menurut ahli bedah onkologi dari RSCM,  dr Erwin D Yulian,SpB(K)Onk, metode TOETVA saat ini baru bisa menangani kasus tumor jinak tiroid dengan ukuran kurang dari 4 cm  atau kanker tiroid dengan resiko rendah. Sementara untuk tiroid berukuran besar dan mengalami perlengketan dengan struktur di sekitarnya masih tetap menggunakan operasi terbuka.