Studi: Polusi Udara Bisa Tingkatkan Risiko Diabetes

Ilustrasi pengecekan diabetes.
Sumber :
  • Pixabay/TesaPhotography

VIVA – Sejumlah ilmuwan dalam sebuah laporan di jurnal kesehatan Lancet mengatakan, polusi udara di luar ruangan, bahkan di tingkat yang dianggap aman sekalipun, memiliki kaitan dengan peningkatan risiko diabetes secara global.

Ia menemukan fakta tersebut dari sebuah studi yang ia lakukan. Studi tersebut menunjukkan bahwa polusi udara berkontribusi terhadap perkembangan diabetes dengan mengurangi produksi insulin dan memicu peradangan, yang mencegah tubuh mengubah glukosa darah menjadi energi yang dibutuhkan tubuh.

Laporan Lancet Planetary Health mengatakan, risiko diabetes yang berkaitan dengan polusi secara keseluruhan mengarah lebih kepada negara-negara berpenghasilan rendah.

"Riset kami menunjukkan hubungan yang signifikan antara polusi udara dan diabetes secara global. Kami menemukan peningkatan risiko, meskipun polusi udara di kadar rendah yang dianggap aman oleh Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," ujar Ziyad Al-Aly dari University of Washington di St Louis, Amerika Serikat, seperti dikutip laman Times of India, Rabu, 4 Juli 2018.

Para peneliti memperkirakan bahwa polusi berkontribusi pada 3 juta kasus diabetes baru secara global pada tahun 2016, yakni sekitar 14 persen dari jumlah tersebut disebabkan oleh polusi.

Menurut Laporan Sustainable Development Goals PBB tahun 2018, diperkirakan 4,2 juta orang meninggal akibat tingginya polusi udara lingkungan.

Dalam studi, tim peneliti menganalisis data lebih dari 1 juta partisipan yang tidak memiliki riwayat diabetes, yang diteliti selama 8,5 tahun. Mereka juga melihat unsur partikulat, debu-debu udara ukuran mikroskopik, kotoran, asap, jelaga dan droplet cairan.

Studi tersebut menyebutkan, negara-negara yang menghadapi risiko diabetes karena polusi yang lebih tinggi meliputi Afganistan, Papua Nugini dan Guyana. Sementara negara-negara yang lebih kaya, seperti Prancis, Finlandia dan Islandia memiliki risiko yang lebih rendah.