5 Mitos Salah Kaprah tentang Virginitas
- unsplash
VIVA – Kata perawan secara umum dipahami untuk merujuk pada seseorang yang tidak pernah berhubungan seks. Eksistensinya kemudian dikaitkan dengan selaput dara.
Wanita yang perawan diasumsikan memiliki selaput dara yang utuh. Sehingga ketika pertama kali berhubungan seks, vaginanya mengeluarkan darah, sebagai tanda selaput dara yang robek akibat penetrasi.
Dari anggapan tersebut, lantas timbul stigma bahwa jika wanita tidak mengeluarkan darah dari vagina ketika berhubungan intim, maka ia tidak lagi perawan. Benarkah demikian adanya?
Mari kita bahas berikut ini seperti dilansir laman Bedsider.org, bersama beberapa mitos tentang virginitas lainnya.
Mitos 1: Selaput dara pasti pecah saat pertama kali berhubungan seks
Mitos terbesar tentang selaput dara adalah bahwa ia akan pecah ketika seorang wanita pertama kali melakukan hubungan seksual, sehingga menghasilkan pendarahan yang membuatnya jelas masih perawan.
Di beberapa budaya dan daerah (termasuk di Indonesia) bahkan menyediakan sprei berwarna putih di malam pertama pengantin, sebagai media untuk menampilkan darah 'perawan'. Faktanya, banyak wanita tidak mengalami robekan atau perdarahan pada selaput dara saat pertama kali mereka berhubungan seks.
Hal itu karena selaput dara melar. Ketika seorang wanita terangsang, otot-otot di sekitar vagina dapat relaks. Vagina juga menciptakan pelumasan alami sehingga seks terasa lebih nyaman, bahkan meski untuk pertama kali. Mengkhawatirkan rasa sakit saat berhubungan seks dapat menyebabkan pengetatan otot dan mengurangi lubrikasi. Dan ini membuat wanita kesakitan.
Mitos 2: Seorang ginekolog dapat mengetahui keperawanan wanita dari memeriksa selaput dara
Mitos umum lainnya adalah bahwa seorang spesialis kebidanan dapat mengetahui apakah seorang wanita pernah melakukan hubungan seksual atau tidak, dengan memeriksa selaput dara.
Perlu diingat ini adalah mitos. Karena pada beberapa wanita, selaput dara bersifat sangat melar dan terbuka seperti donat. Jadi meski diraba pun, ia tetap elastis.
Mitos 3: Menggunakan tampon memengaruhi keperawanan.
Anda mungkin pernah mendengar tentang ini. Tampon atau pembalut wanita bisa menyebabkan selaput dara robek, kemudian diasosiasikan hilang perawan.
Vagina memiliki beberapa variasi anatomi himen (selaput dara). Salah satu variasi adalah pita tipis di pembukaan yang disebut selaput dara septate. Ada pula pembukaan yang sangat kecil yang disebut selaput dara microperforate.
Sekitar 1 dari 2.000 gadis, selaput daranya tidak memiliki pembukaan, yang disebut selaput dara imperforata. Hal ini menyebabkan nyeri bulanan yang signifikan saat menstruasi.
Mitos 4: Pemeriksaan ginekologi memengaruhi keperawanan.
Seperti tampon, pemeriksaan ginekologi semua tentang kesehatan, bukan seks. Inspeksi genital eksternal hanya merupakan bagian rutin perawatan kesehatan untuk anak-anak dan remaja.
Mitos 5: Seorang pasangan seksual dapat mengetahui apakah seorang wanita masih perawan
Lihat mitos 2. Jika seorang ginekolog yang berpengalaman tidak dapat mengetahui apakah seorang wanita telah melakukan hubungan seksual, lalu bagaimana bisa seorang pasangan? Di sisi lain, bersikap terbuka dengan pasangan Anda tentang sejarah seksual Anda dapat membangun kepercayaan dan membuat Anda berdua sehat dan bahagia.
Terkait tentang keperawanan, kini saatnya untuk mendapatkan informasi tentang anatomi dan mengambil pandangan yang lebih tercerahkan tentang hubungan seksual. Mari kita membuang mitos tentang selaput dara dan keperawanan, serta gagasan usang tentang seksualitas perempuan yang tak sejalan dengan fakta kesehatan.