Konsumsi Sayuran dan Buah Masyarakat Masih Rendah

Ilustrasi memasak sayuran.
Sumber :
  • Pixabay/naimbic

VIVA – Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology atau SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor melansir data konsumsi sayuran dan buah-buahan masyarakat Indonesia masih kurang, yakni di bawah standar Organisasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
     
"Survei kami, konsumsi buah dan sayuran baru mencapai 180 gram per kapita per hari. Padahal, standar WHO 400 gram per kapita per hari," kata Direktur SEAFAST Center, IPB, Prof Nuri Andarwulan, dikutip dari keterangannya, Senin 23 April 2018.

Menurut Nuri, data tersebut tidak jauh berbeda dengan survei sebelumnya d 2014. Bahkan, dalam standar WHO diperinci dari 400 gram per kapita per hari tersebut sebanyak 250 gram sayuran dan 150 gram buah-buahan.
   
Dengan demikian, dalam publikasi terkini Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya penurunan konsumsi sayuran dan buah-buahan masyarakat Indonesia. Hal ini, tentunya akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran.
   
Pemerintah, jelas Nuri, sudah memiliki banyak program edukasi mengenai pentingnya mengonsumsi buah dan sayuran, di antaranya Kementerian Kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan Program Keluarga Sehat.
   
Pengetahuan masyarakat untuk mengonsumsi sayuran dan buah-buahan juga masih sangat terbatas, seperti sayuran terbanyak masih didominasi bayam, kakung, dan kol, sedangkan untuk buah-buahan paling banyak masih pisang..
     
"Padahal, masih banyak jenis dan ragam sayuran dan buah-buahan agar menu yang disajikan di meja makan lebih beragam dan bervariasi. Tentunya, ini akan mendorong dalam keluarga, khususnya anak-anak mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan," jelas Nuri.
     
Nuri mengatakan, ragam buah-buahan dan sayuran yang dipasok petani jauh lebih dari cukup, sehingga menjamin ketersediaan dan keterjangkauan di pasar, seharusnya hal ini dapat direspons masyarakat untuk memulai gaya hidup sehat.
     
Nuri menjelaskan, sayuran dan buah-buahan merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin merupakan zat pengatur yang sangat penting. Sedangkan serat pangan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan.
   
"Kurangnya mengonsumsi buah dan sayuran dalam jangka pendek akan membuat sembelit saat buang air besar, namun dalam jangka panjang akibat banyaknya senyawa racun (toksik) yang tidak terbuang dalam dinding usus besar akan mengakibatkan kanker usus," ujar Nuri.
     
Nuri menjelaskan, edukasi ini sebenarnya bisa dilaksanakan sejak sekolah. Sayangnya dengan kurikulum saat ini, guru-guru terbebani dengan topk pelajaran di setiap semesternya, sehingga tidak sempat mengeksplorasi mengenai gaya hidup sehat.
   
“Namun, untuk keluarga dalam lima tahun terakhir ini penyampaian gaya hidup sehat muai giat disampaikan, baik melalui Posyandu maupun Puskesmas, jelas Nuri.
   
Terkait banyaknya ragam ekstrak sayuran dan buah-buahan sebagai suplemen, Nuri mengatakan , kandungan komponen gizi di dalamnya belum lengkap, sehingga untuk menunjang gaya hidup sehat, tetap harus mengonsumsi sayuran dan buah-buahan segar, terutama menjamin kebutuhan vitamin dan serat pangan di dalam tubuh.
     
Sementara itu, Ketua Asosiasi Produsen Benih Hortikultura Indonesia (Hortindo), Afrizal Gindow mengatakan, sejak tiga sampai empat tahun lalu produsen benih sayuran telah mengembangkan teknologi untuk meningkatkan kandungan gizi dalam tanaman .
   
"Melalui teknologi DNA Marker, dapat meningkatkan kandungan zat likopen yang memang terdapat di dalam tanaman tomat. Likopen ini penting sebagai zat untuk mencegah kanker," jelas Afrizal yang juga menjabat sebagai Marketing & Sales Director PT East West Seed Indonesia (Ewindo).
   
Dalam rangka meningkatkan konsumsi sayuran di masyarakat, kata Afrizal, pentingnya pemerintah menggiatkan kampanye memasak sayuran, caranya mungkin dapat dibuat lomba resep makanan terbuat dari sayuran dan buah-buahan.
   
"Dalam kemasan benih sayuran Ewindo, misalnya terdapat resep untuk membuat makanan atau minuman. Hal ini ditujukan, agar masyarakat dapat membuat variasi ragam makanan dan minuman dari bahan sayuran," ujar Afrizal.
   
Afrizal membenarkan data yang disampaikan SEAFAST Center-IPB, bahkan konsumsi sayuran dan buah-buahan masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah dari target Organisasi Pangan Dunia (FAO) sebanyak 80 kilogram per tahun per orang.
   
Dia menambahkan, untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayuran di masyarakat, harus diciptakan variasi masakan terbuat dari sayuran dan buah-buahan. Jadi, tidak hanya membuat sayur bening, tetapi ragam olah lainnya seperti balado terong, sup labu, dan variasi lainnya agar masyarakat, terutama anak-anak tidak bosan.
   
Afrizal juga mengakui, pemahaman sayuran di masyarakat juga masih terbatas hanya mengenal sayuran daun, tetapi belum banyak yang mengetahui sayuran buah, seperti misalnya paria dan gambas. Kedua sayuran tersebut, juga dapat dibuat masakan olahan yang enak dan tentunya bergizi.
   
Lanjutnya, kandungan anti oksidan antosianin sebagai zat pencegah kanker, juga dapat ditemukan pada tanaman jagung manis dan semangka, namun belum banyak masyarakat yang mengetahui hal yang penting ini.
     
"Kalau saya melihat turun, bahkan rendahnya konsumsi sayuran dan buah-buahan lebih disebabkan kebosanan dalam mengkonsumsi hal yang itu-itu saja. Padahal, di sejumlah negara sudah  banyak yang mengembangkan ragam dan variasi olahan dari produk sayuran dan buah-buahan," jelas dia.
   
Afrizal juga menyampaikan bahwa saat ini, melalui Ewindo sudah banyak ragam sayuran yang selama ini hanya terdapat di luar negeri, sekarang ini sudah dapat diproduksi di Indonesia, serta di pasarkan dengan harga yang terjangkau, sebagai contoh produk letus dan brokoli.
   
"Dengan teknologi irigasi teknis, serta bertanam di dalam screen house akan membuat sayuran yang selama ini sulit dikembangkan di Indonesia. Saat ini, dengan mudah ditemui di pasar tradisional dan pasar modern (supermarket)," jelas Afrizal.