Ini Jenis Cacing yang Hobi Bersarang Dalam Perut Ikan Sarden

Ilustrasi makanan kaleng
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Sebuah temuan BPOM baru-baru ini sangat mengejutkan publik. Puluhan cacing putih berbentuk seperti serabut tipis ditemukan dalam tiga merek sarden kalengan yang beredar di Riau Pekan Baru.

Temuan tersebut sontak menghebohkan masyarakat. Pasalnya, selama ini sarden kalengan adalah makanan yang cukup terjangkau dan sering dikonsumsi masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, kepala BPOM Riau Mohamad Kashuri buru-buru mengeluarkan pernyataan media. Lewat wawancara tvOne ia menyebut bahwa setelah melalui uji laboratorium dibahas oleh sejumlah ahli, cacing yang ditemukan dalam produk makanan impor China tersebut bukanlah cacing pita melainkan cacing (parasit) jenis Anisakis sp.

Parasit ini adalah jenis yang dapat menimbulkan masalah pada ikan hingga pada manusia, sehingga bila dikonsumsi tanpa dimasak, atau dalam keadaan setengah masak, akan mengakibatkan penyakit. 

Cacing tersebut ditemukan di dalam kaleng ikan makarel sudah dalam kondisi mati. Jadi bukan akibat kerusakan kemasan maupun akibat kedaluwarsa.

Lebih jauh Kashuri menjelaskan, cacing secara umum mengandung sumber protein tinggi. Artinya, cacing bisa sebagai zat alergen atau mengakibatkan alergi kalau dikonsumsi. 

Meski terkesan sederhana, namun ada pendapat lain yang menyebutkan bahaya cacing Anisakis sp ini.

Sebabkan mual dan muntah hebat

Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang justru telah mengeluarkan peringatan resmi tentang jumlah infeksi Anisakis yang berkembang pesat terkait dengan makan ikan mentah atau setengah matang di Jepang.

Dilansir Japan Times, larva putih ini seperti tali parasit berukuran sekitar 5 mm dan panjang hingga 3 cm. Mereka sering ditemukan dalam spesies seperti ikan mackerel, salmon, sarden dan cumi-cumi.

Setelah menginfeksi usus dari inang mereka (ikan), parasit ini akan pindah ke jaringan otot ketika ikan mati.

Menurut kementerian jepang, jumlah infeksi Anisakis yang dilaporkan melonjak menjadi 126 pada 2016 dari 79 pada 2013. Hanya ada empat kasus yang dilaporkan pada 2004.

Namun Haruka Igarashi dari departemen kesehatan lingkungan dan keamanan makanan Jepang mengatakan bahwa gejala biasanya termasuk sakit perut yang parah, mual, muntah dan demam ringan dan dapat berkembang dalam satu atau dua minggu setelah mengkonsumsi ikan yang terinfeksi.

Menurut sebuah studi tahun 2008 yang diterbitkan dalam jurnal US. Clinical Microbiology Reviews, Anisakis juga dapat menginduksi reaksi alergi dan hipersensitivitas kekebalan.

Kementerian Jepang mendorong konsumen untuk menjaga ikan beku di bawah minus 20 derajat setidaknya selama sehari, atau memanaskannya setidaknya selama satu menit dalam suhu melebihi 60 derajat, yang seharusnya membunuh larva.

Keiko Saito, pejabat kementerian lainnya, memperingatkan konsumen untuk memeriksa makanan laut dengan saksama sebelum membeli atau memakan ikan.

"Kami menyarankan agar konsumen yang membeli seluruh ikan mentah membuang organ internal, tempat larva umumnya berada," katanya. "Sangat mungkin ada banyak dari mereka di usus."

Infeksi anisakis pertama kali dilaporkan di Belanda pada 1950-an dan diyakini telah disebabkan oleh larva dalam ikan haring.

Larva sejauh ini telah ditemukan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, dengan sebagian besar kasus dikaitkan dengan konsumsi salmon Pasifik.