KLB Dicabut, Kemenkes Tetap Lanjutkan Skrining Gizi di Asmat

Anak-anak yang terkena campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat
Sumber :
  • Puspen TNI

VIVA – Penurunan jumlah penderita campak di Kabupaten Asmat membuat status kejadian luar biasa (KLB) dicabut. 

"Dengan memerhatikan usul Dinkes Asmat melalui surat Nomor 800/50/Dinkes/2/2018, maka saya nyatakan KLB campak telah berakhir," ujar Bupati Asmat, Elisa Kambu tepat pukul 20.35 WIT dalam rapat koordinasi di Posko Satgas KLB Campak dan Gizi Buruk Campak, dikutip dari rilis Kementerian Kesehatan, Selasa 6 Februari 2018.

Setelah pencabutan status kejadian luar biasa (KLB) campak kemarin, Kemenkes RI tetap fokus mengoptimalkan pelayanan kesehatan serta edukasi tentang pemenuhan gizi keluarga. Skrining gizi menjadi salah satu langkah dalam mengoptimalkan pemeriksaan diri sejak dini.

"Kegiatan skrining gizi ini diadakan sebulan sekali tiap tanggal 8 dan bergiliran dilakukan di tiga kampung yang kami naungi," ujar Kepala Puskesmas Agats Nathan Rias, SKM, dikutip dari rilis Kemenkes RI, Selasa 6 Februari 2018.

Kegiatan rutin tersebut dipadukan dengan program pemantauan 1.000 hari pertama kelahiran secara optimal. Terdapat 8 posko di beberapa distrik menyediakan sarapan bergizi seimbang setiap hari.

Keberadaan program pemantauan dan pemenuhan gizi tersebut terbilang komprehensif, lantaran terdapat empat pos, mulai dari penimbangan berat badan, ukur lingkar lengan, cek status gizi keluarga hingga pemberian biskuit PMT balita, anak sekolah serta ibu hamil.

Dokter Spesialis Anak lainnya, dr. Cut Nur Hafifah mengatakan, model pendekatan keluarga diakui cocok diterapkan dalam pemulihan tingkat gizi keluarga. Rata-rata status gizi di Kampung Kaye sudah membaik, tapi ada pola saat anak berumur 0-4 bulan, status gizinya masih baik karena masih diberi ASI. Namun, saat 9 bulan mereka hanya dikenalkan makan nasi kosong yang penuh karbohidrat.

Yang dibutuhkan saat ini, ujar Cut, Kemenkes menyebarkan pengetahuan tentang makanan pendamping ASI melalui pendekatan keluarga. Selain itu, program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) pun mulai diusulkan dapat diberdayakan untuk program jangka menengah dan jangka panjang.

Langkah selanjutnya memberikan pengetahuan olah pangan lokal seperti daun singkong, pisang, ubi-ubian, ikan, dan kepiting menjadi sumber nutrisi bergizi seimbang. Serta dampingan dari kader kesehatan warga lokal untuk membantu sosialisasi. (mus)