Raisa dan Hamish Nikah ala Sunda, Begini Prosesinya

Raisa dan Hamish
Sumber :
  • Instagram.com/thebridestory

VIVA.co.id – Penyanyi cantik bersuara merdu, Raisa Adriana, akan menikah dalam hitungan hari dengan artis peran Hamish Daud. Dan wanita berusia 27 tahun itu telah melakukan sejumlah tata cara menjelang pernikahan pada 3 September 2017 mendatang.

Pelantun Jatuh Hati itu akan menggelar pernikahan dengan adat Sunda. Dalam sejumlah foto yang diunggah akun The Bride Story, Raisa telah menjalani sejumlah tata cara menjelang upacara pernikahan adat Sunda.

Dikutip dari beberapa sumber, tata cara upacara pernikahan adat Sunda memiliki tahapan cukup panjang. Pertama, Neudeun Omong atau menyimpan ucapan, yaitu pembicaraan orangtua atau pihak pria yang akan mempersunting wanita.

Kemudian dilanjutkan dengan Narosan atau lamaran, yang merupakan awal kesepakatan antara orangtua calon pengantin dan keluarga dekat untuk menjalin hubungan lebih jauh. Biasanya, orangtua dari pihak laki-laki akan membawa Lemareun seperti daun sirih, gambir dan apu; pakaian wanita; cincin meneng; beubeur tameuh; uang yang jumlahnya 1/10 dari jumlah yang akan dibawa saat seserahan.

Setelah itu, Tunangan. Saat tunangan dilakukan patuker beubeur tameuh atau calon pengantin pria menyerahkan ikat pinggang warna pelangi atau polos yang biasa digunakan setelah melahirkan kepada wanita.

Usai tunangan, baru digelar Seserahan yang dilakukan 3-7 hari sebelum pernikahan. Pada momen ini, calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga dan dapur, makanan dan lainnya. Kemudian, sepekan atau tiga hari menjelang peresmian pernikahan, di rumah calon mempelai pengantin akan digelar sejumlah persiapan yang mengawali proses pernikahan, yaitu Ngebakan atau Siraman. Untuk umat Muslim, acara ini diawali dengan pengajian.  

Adapun tahapan Siraman, yakni Ngecagkeun Aisan, di mana calon pengantin wanita keluar dari kamar dan secara simbolis digendong ibunya, sedangkan ayah berjalan di depan sambil membawa lilin menuju tempat sungkeman. Ini sebagai simbol lepasnya tanggung jawab orangtua calon pengantin.

Tahapan berikutnya adalah Ngaras. Pada momen ini, calon mempelai wanita meminta izin kemudian sungkem dan mencuci kaki kedua orangtua. Setelah itu, kedua orangtua membawa putrinya ke tempat siraman untuk melakukan upacara siraman.

Adapun pelaksanaannya, usai membaca doa, ayah calon pengantin menyiramkan air dimulai dari atas kepala hingga ujung kaki. Setelah itu, diteruskan oleh ibunya, dilanjutkan oleh kerabat yang harus sudah menikah. Pada siraman terakhir biasanya dilakukan dengan malafalkan jangjawokan atau mantra. Kemudian dilakukan potong rambut atau Ngerik. Calon mempelai wanita dipotong rambutnya oleh kedua orangtua sebagai lambang mempercantik diri lahir dan batin, yang kemudian dilanjutkan dengan prosesi ngeningan atau dikerik dan dirias.

Pada tahap selanjutnya, dilakukan Ngeuyeuk Seureuh yang biasanya dihadiri oleh kedua calon pengantin serta keluarganya dan dilaksanakan malam hari sebelum akad nikah. Saat prosesi ini, kedua calon mempelai meminta restu kepada orangtua masing-masing dengan disaksikan keluarga. Orangtua pun akan memberikan nasehat.

Adapun tata cara Ngeyeuk Seureuh, diawali dengan Pangeuyeuk, yakni memberikan tujuh helai benang kanteh sepanjang dua jengkal kepada kedua calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta izin kepada orangtua mereka untuk menikah.

Dilanjutkan dengan Pangeuyeuk, yakni membawakan kidung berisi permohonan dan doa kepada Tuhan sambil nyawer atau menaburkan beras sedikit demi sedikit kepada calon mempelai sebagai simbol harapan hidup sejahtera bagi mempelai pengantin.

Lalu calon mempelai dikeprak atau dipukul pelan-pelan dengan sapu lidi, diiringi nasehat untuk saling menyayangi. Selanjutnya, kain putih penutup pangeuyeukan dibuka sebagai simbol rumah tangga yang bersih dan membawa dua perangkat pakaian di atas kain pelekat yang melambangkan kerja sama pasangan calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.

Kemudian calon pengantin pria membelah buah pinang yang melambangkan suami istri saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri. Selanjutnya, calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping yang dipegang oleh calon pengantin wanita.

Dan dilanjutkan dengan membuat lungkun, berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan digulung menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu melakukan hal yang sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.

Kemudian diaba-abai oleh pangeuyeuk, di mana kedua calon pengantin dan tamu berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Ini melambangkan saling berlomba mencari rezeki dan disayang keluarga.

Setelah itu, kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke jalan, sebagai simbol membuang sesuatu yang buruk dan berharap datangnya kebahagiaan dalam menempuh hidup baru.

Terakhir dari prosesi ngeuyeuk sereuh adalah menyalakan tujuh buah pelita dengan harapan adanya kejujuran dalam membina kehidupan rumah tangga. Selain itu, dengan menjalani prosesi ini diharapkan kedua calon pengantin bisa saling menyayangi dan menghindari perselisihan.

Setelah prosesi ini selesai, calon pengantin masih akan melakukan tata cara lain pada hari pernikahan, seperti akad nikah dengan upacara Saweran, Meleum Harupat (membakar harupat), Nincak Endog atau menginjak telur, Ngaleupas Japati atau melepas merpati, Huap Lingkung atau suapan, Pabetot Bakakak atau menarik ayam bakar dan Numbas. Upacara Numbas dilakukan sepekan setelah akad nikah yang bertujuan memberi tahu keluarga dan tetangga bahwa pengantin wanita tidak mengecewakan pengantin pria, dengan cara membagi nasi kuning. (ren)