Pertunjukan Warisan Budaya Tak Benda Seni Gambuh Hibur Delegasi Gateways Study Visit Indonesia 2024 di Bali

Pertunjukan Sendratari Gambuh dalam acara Gateways Study Visit Indonesia 2024 di Bali
Sumber :
  • VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)

Bali, VIVA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghadirkan sebuah mahakarya seni tradisional Gambuh di Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024 di Bali. Pertujukan itu sebagai komitmen untuk memperkuat pelestarian budaya.

Di tengah derasnya arus digitalisasi yang kian melaju, ancaman terhadap keberlanjutan tradisi budaya semakin jelas terasa. Untuk mengatasi tantangan ini, Kemendikbudristek berkomitmen memperkuat literasi budaya, khususnya di kalangan generasi muda, guna menjaga keberlangsungan seni dan budaya tradisional.

Sendratari Gambuh, yang merupakan salah satu dari sembilan tarian Bali yang diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO pada tahun 2015, ditampilkan dengan apik oleh Yayasan Bumi Bajra Sandhi melalui pertunjukan Gambuh Masutasoma.

Pertunjukan ini tidak hanya memperlihatkan estetika dan kedalaman narasi mengenai pemaknaan semboyan negara, yakni Bhinneka Tunggal Ika, yang tertulis dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular.

Akan  tetapi juga menyampaikan pesan regenerasi budaya dengan melibatkan penari anak-anak, remaja, dewasa, penyandang disabilitas, serta komunitas lintas daerah di Indonesia. Dengan tema Bhinneka Tunggal Ika, pertunjukan ini menekankan pentingnya menjaga keberagaman dan tradisi.

Ketua Komunitas Bumi Bajra, Ida Made Dwipayana, menegaskan bahwa Gambuh bukan sekadar seni pertunjukan, melainkan suatu bentuk kebijaksanaan tradisional yang tetap relevan hingga masa kini.

Gambuh Masutasoma membawa pesan penting tentang regenerasi budaya dan pelestarian tradisi, melibatkan berbagai lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakang.

"Melalui pementasan ini, kami ingin menunjukkan bahwa setiap individu berhak belajar dan berpartisipasi dalam kebudayaan,” kata Ida Made Dwipayana," di The Meru Hotel Sanur, Bali, Kamis, 3 Oktober 2024.

Berangkat dari nilai luhur Bhinneka Tunggal Ika, Koreografer Gambuh Masutasoma, Ida Ayu Wayan Arya Satyani, menambahkan, cinta kasih menjadi fondasi utama dalam ajaran regenerasi budaya.

“Kami ingin mengajarkan anak-anak untuk mencintai sesama, alam semesta, dan segalanya. Sebelum mereka sampai pada tahap toleransi, mereka harus terlebih dahulu menjadi pribadi yang penuh kasih,” ujar Arya Satyani.

Salah satu penari yang turut tampil, Alfad, yang berasal dari Aceh mengungkapkan, dengan ikut bergabung dalam pertunjukan Gambuh Masutasoma menurutnya bisa memberikan kesempatan untuk mempelajari beragam budaya baru.

"Kali ini, pertunjukan kami juga memadukan budaya Bali, NTT, dan Aceh, sebuah kolaborasi yang saya harap dapat terus menjaga dan melestarikan kesenian kita. Saya yakin, melalui seni, kita bisa membawa nama Indonesia ke kancah dunia," kata Alfad.

Sementara itu, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah, menyampaikan, setiap langkah kecil dalam melestarikan budaya lokal berdampak besar dalam menjaga jati diri bangsa.

"Melalui acara ini, kami berharap generasi muda terinspirasi untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia di mata dunia,"kata Itje Chodidjah.

KNIU berkomitmen terus mendukung agar praktik terbaik Indonesia dalam empat pilar UNESCO diakui secara global.

"Dengan harapan bahwa warisan budaya kita dapat menjadi inspirasi dunia dan solusi bagi tantangan global," ucapnya.

Melalui pertunjukan Gambuh Masutasoma dalam Gateways Study Visit Indonesia 2024, Kemendikbudristek mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung regenerasi seni budaya Nusantara.

Partisipasi aktif dalam berbagai program literasi budaya dan seni yang diinisiasi oleh pemerintah menjadi kunci bagi keberlangsungan tradisi luhur bangsa.