6 Kemacetan Terparah di Dunia, Salah Satunya Ada di Indonesia

Jakarta, VIVA – Kemacetan lalu lintas sudah menjadi musuh utama bagi para pengendara, terutama di saat libur panjang atau long weekend. Salah satu kemacetan terbaru yang menjadi sorotan adalah yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor, Jawa Barat, saat libur panjang Maulid Nabi Muhammad pada 14-16 September 2024.

Ratusan ribu kendaraan yang hendak menikmati udara sejuk Puncak terjebak dalam kemacetan hingga 17 jam, bahkan dalam kemacetan yang luar biasa ini, seorang wisatawan dilaporkan meninggal dunia akibat serangan asma, setelah terjebak berjam-jam tanpa akses medis yang memadai.

Menurut Kapolres Bogor, AKBP Rio Wahyu, volume kendaraan yang memenuhi jalur Puncak saat itu mencapai 150 ribu unit, jauh melebihi kapasitas maksimal yang hanya 70 ribu kendaraan.

Akibatnya, arus lalu lintas nyaris tidak bergerak, dengan sebagian pengendara terpaksa bermalam di jalan tanpa bisa melanjutkan perjalanan mereka. Situasi ini menunjukkan betapa parahnya dampak dari lonjakan jumlah kendaraan saat libur panjang.

Namun, fenomena kemacetan ekstrem bukan hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara lain juga pernah mengalami kemacetan yang lebih panjang dan dramatis.

Berikut ini adalah lima kemacetan terparah dalam sejarah dunia berdasarkan urutan tahun, termasuk salah satunya di Indonesia.

Pada 16 Februari 1980, kemacetan terparah terjadi di Paris, Prancis. Menurut Guinness World Records, kemacetan lalu lintas terpanjang yang dilaporkan dalam sejarah adalah 109 mil atau 175 km.

Menurut laporan Guinness World Records, kemacetan ini menjadi yang terpanjang yang pernah tercatat. Penyebab utama kemacetan tersebut adalah volume kendaraan yang melonjak drastis saat warga Paris kembali dari liburan musim dingin, ditambah dengan kondisi cuaca buruk berupa salju dan hujan yang membuat banyak kendaraan kesulitan untuk melaju.

Cuaca ekstrem yang melanda sebagian besar Eropa saat itu turut memperparah situasi, menyebabkan berbagai kecelakaan kecil dan memperlambat pergerakan kendaraan di jalan raya.

Setelah runtuhnya Tembok Berlin, penyatuan kembali Jerman Timur dan Barat pada April 1990 menciptakan salah satu kemacetan terburuk dalam sejarah. Lebih dari 18 juta kendaraan terjebak di perbatasan kedua wilayah selama Paskah, menciptakan antrian sepanjang 48 kilometer.

Sebelumnya, hanya sekitar 500 ribu kendaraan yang biasa melintas setiap harinya. Lonjakan tiba-tiba ini terjadi karena antusiasme warga Jerman Timur yang ingin berlibur di wilayah barat yang baru bersatu.

Jerman sedang mengalami masa reunifikasi di mana Jerman Timur dan Jerman Barat menjadi satu.

Pada 12 Agustus 1990, jalanan di Tokyo Jepang dipadati ketika orang-orang yang pulang dari musim panas ditambah Topan Winona yang membuat situasi menjadi runyam.

Akibatnya, lebih dari 15.000 kendaraan terjebak dalam kemacetan sepanjang 84 mil (sekitar 135 kilometer) di antara prefektur Hyogo dan Shiga. Banyak pengemudi dan penumpang yang terpaksa menghabiskan waktu berjam-jam di dalam mobil tanpa bisa bergerak jauh​.

Pada September 2005, Badai Rita menyebabkan lebih dari 2,5 juta penduduk Houston, Texas, melakukan evakuasi besar-besaran. Akibatnya, jalan raya dipenuhi oleh kendaraan yang mengungsi, menciptakan kemacetan sepanjang 160 km.

Kemacetan terburuk itu berlangsung hingga 48 jam di sepanjang jalur evakuasi utama dari Dallas ke Galveston.

Pada Agustus 2010, jalan tol Beijing-Tibet menjadi saksi kemacetan yang berlangsung selama 12 hari.

Penyebab utamanya adalah proyek perbaikan jalan yang menyebabkan penyempitan jalur, ditambah dengan banyaknya truk yang membawa perlengkapan konstruksi.

Lalu lintas hanya bergerak sekitar 2 mil atau 3,2 km per hari, dengan total panjang kemacetan mencapai 62 mil atau 99,7 km.

Para pengendara bahkan harus bertahan dengan membeli makanan dan air dari pedagang kaki lima yang bermunculan di sepanjang tol.

Tragedi "Brexit" di pintu keluar tol Brebes pada Juli 2016 menjadi salah satu kemacetan paling parah dalam sejarah Indonesia.

Jutaan kendaraan terjebak dalam kemacetan yang berlangsung selama tiga hari, kendaraan hampir tak bergerak sepanjang 34 kilometer.

Kondisi ini diperburuk oleh minimnya fasilitas di sepanjang jalur tol, menyebabkan banyak pengendara kelelahan, dehidrasi, dan stres.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kemacetan ini menelan 17 korban jiwa yang meninggal akibat stres, kelelahan, dan terlalu lama menghirup karbon monoksida.