Spesiesisme, Isu Moral yang Mendasari Hubungan Manusia dengan Hewan
- ist
Jakarta, VIVA – Pada 31 Agustus ini, gerakan perlindungan hewan global bersatu memperingati Hari Kampanye Mengakhiri Spesiesisme Sedunia (World Day for the End of Speciesism). Peringatan ini melibatkan berbagai organisasi hak-hak hewan dan individu untuk mengadvokasi dunia yang lebih adil, di mana semua makhluk memiliki hak untuk diperlakukan dengan hormat dan welas asih.
Di Indonesia, Koalisi Act For Farmed Animals (AFFA)—sebuah inisiatif kolaboratif yang dijalankan oleh Animal Friends Jogja dan Sinergia Animal—turut memperingati hari ini dengan menyajikan serangkaian refleksi mengenai bagaimana hubungan manusia dengan hewan dapat berdampak pada masa depan. Scroll lebih lanjut ya.
Selama berabad-abad, hewan sering diperlakukan sebagai komoditas belaka. Manusia cenderung menganggap hewan memiliki kapasitas rendah, kurangnya penalaran, bahasa, dan bahkan perasaan, yang kemudian membenarkan penggunaan dan eksploitasi hewan secara intensif untuk berbagai keperluan, seperti konsumsi makanan, kosmetik, hiburan, transportasi, obat-obatan, dan lainnya. Namun, temuan ilmiah terbaru menunjukkan bahwa berbagai jenis hewan memiliki banyak kesamaan kualitas dan atribut dengan manusia.
Misalnya, struktur otak yang berhubungan dengan emosi pada manusia dan kemampuan merasakan nyeri telah terbukti ada pada semua vertebrata.
Among Prakosa, Direktur Pengelola Act for Farmed Animals, menjelaskan, “Tahun 2012 menjadi titik balik penting ketika sekelompok ilmuwan terkemuka menerbitkan The Cambridge Declaration of Consciousness.
Deklarasi ini mengakui adanya dasar substrat neurobiologis terkait ‘kesadaran’ yang sama pada berbagai spesies hewan, termasuk semua mamalia dan burung serta beberapa spesies lainnya. Kemudian, antara tahun 2021 dan 2022, semua spesies vertebrata dan banyak invertebrata seperti lobster, gurita, dan kepiting dimasukkan secara hukum dalam daftar pemerintah Inggris dalam Animal Welfare (Sentience) Bill, mendorong pembuatan kebijakan yang mempertimbangkan kemampuan hewan mengalami rasa sakit.
Tahun 2024 ini, Deklarasi New York tentang Kesadaran Hewan juga menyoroti spesies serangga dan moluska, seperti siput dan tiram. Deklarasi ini menyatakan bahwa ada kemungkinan hewan-hewan ini memiliki kesadaran atau dapat merasakan sakit, dan oleh karena itu kita tidak boleh mengabaikan kemungkinan tersebut saat membuat keputusan yang mempengaruhi mereka.
“Pernyataan ini menegaskan adanya bias atau kekeliruan dalam argumen yang membenarkan eksploitasi terhadap hewan. Studi psikologi menunjukkan bahwa manusia cenderung lebih berempati terhadap spesies yang lebih dekat hubungannya dengan kita (seperti mamalia dibandingkan burung atau ikan),” kata Among.
"Namun, sejumlah penelitian menekankan bahwa semua spesies layak mendapatkan pertimbangan moral, tidak peduli seberapa dekat hubungan mereka dengan kita. Kita harus membuat perubahan yang diperlukan dalam masyarakat kita untuk menghormati kehidupan mereka,” sambung Among.
Dengan semakin meningkatnya pengakuan terhadap hak-hak hewan, berbagai organisasi dan individu yang bekerja untuk melindungi hewan berupaya mengubah industri eksploitatif, menghilangkan praktik-praktik yang paling kejam, dan mempromosikan alternatif di mana spesies hewan tidak perlu dirugikan demi kepentingan manusia. Koalisi Act For Farmed Animals (AFFA) menyoroti peternakan sebagai salah satu isu yang paling mendesak dan penting.
“Perjuangan melawan spesiesisme kami lakukan melalui advokasi untuk spesies yang paling terabaikan,” kata Among.
“Mayoritas hewan-hewan ini dibesarkan dalam sistem kurungan intensif yang dikenal sebagai ‘peternakan pabrik’, di mana keuntungan mengesampingkan pertimbangan terkait kesejahteraan hewan. Hewan dijejalkan ke dalam kurungan atau kandang yang penuh sesak, tidak dapat mengekspresikan perilaku alami mereka, dan menerima prosedur peternakan yang menyakitkan dan menderita penyakit,” sambungnya.
Meskipun industri peternakan, khususnya peternakan pabrik, terus tumbuh dengan mengkhawatirkan, Act for Farmed Animals melihat gerakan kesejahteraan hewan telah memimpin perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Setiap tahunnya, hampir 60 juta hewan merasakan dampak positif dari kampanye kami. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa kita sedang membentuk masa depan yang lebih baik untuk semua spesies," jelas Among.
Pada Hari Kampanye untuk Mengakhiri Spesiesisme Sedunia ini, Sinergia Animal meluncurkan seruan global bagi para sukarelawan yang tertarik untuk melindungi hewan. Mereka yang ingin bergabung untuk membuat perubahan dapat mendaftar melalui platform yang disediakan oleh Sinergia Animal.