Banyak Korban Berani Speak Up, Angka Kekerasan pada Perempuan Menurun

Ilustrasi kekerasan.
Sumber :
  • Pixabay

JAKARTA – Berdasarkan hasil survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional yang dilakukan 2021 lalu, angka prevalensi kekerasan yang dialami perempuan di Indonesia mengalami penurunan. 

Diungkap oleh Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati, berdasarkan survei yang dilakukan pada 2016 lalu, angka kekerasan pada perempuan pada usia 15-64 tahun tercatat ada sebanyak 33 persen. Angka ini mengalami penurunan di tahun 2021 menjadi 26 persen. Scroll untuk info selengkapnya, yuk!

"Dulunya kalau dikalkulasi dalam bentuk presentasi 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Di 2021 turun 1 banding 4," kata dia di acara Dialog Interaktif 'Membangun Sinergi Kolaborasi & Aksi Bersama untuk Melindungi Perempuan dan Anak dari Berbagai Bentuk Kekerasan di Ranah Daring, di Kantor RRI Jakarta Pusat, Kamis 11 Juli 2024.

Ilustrasi kekerasan

Photo :
  • www.pixabay.com/Counselling

Lebih lanjut menurutnya, di tahun 2024 ini pihaknya juga tengah melakukan survei lagi. Diharapkan hasilnya akan lebih baik seperti dua tahun silam.

Diungkap Ratih bahwa menurunnya angka kekerasan pada wanita ini lantaran korban sudah mulai berani untuk melakukan pelaporan kasus kekerasan yang dialami. Tak mengherankan jika angka pelaporan kasus kekerasan anak dan perempuan meningkat.

"Dengan pelaporan yang tinggi bukan berarti tren negatif. Ini yang memacu masyarakat terutama korban berani lapor. Kan orang lihatnya angkanya naik padahal dari satu sisi ini fenomena gunung es di luar sana masih banyak kasus-kasus belum terlaporkan," kata dia. 

Ratna mengatakan, pihaknya juga sudah memberikan bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang rentan terhadap kasus kekerasan. Salah satunya adalah dengan lahirnya hotline center SAPA 129 yang mana masyarakat bisa melaporkan kasus kekerasan yang dialami.

Nantinya mereka yang melapor bisa menghubungi call center 129 bebas biaya pulsa. Call center ini akan menjaga kerahasiaan identitas korban sebagai bentuk perlindungan kepada mereka.

"Ada kode etik yang harus kami lakukan. Tentunya yang diutamakan adalah kenyamanan, keselamatan, rahasia pribadi, identitas itu menjadi penting. Tidak serta merta kita melakukan 'kok kami tidak dilayani' kami melakukan screening, kami masih melakukan assesmen kebutuhan korban itu apa. Selama itu masih bisa ter-coverage di ranah kami, kami pasti lakukan," ujarnya. 

Pihaknya juga melakukan kerja sama dengan lembaga lainnya. Jika memang nantinya korban membutuhkan penanganan dalam tahap yang serius.

"Tapi kalau itu harus berjalan, di layanan rujukan untuk dilakukan layanan lain seperti kesehatan membutuhkan tahapan yang serius penanganan kasusnya kami pasti bekerja sama dengan teman-teman lembaga lainnya," kata dia.

Ratna menjelaskan selama korban adalah perempuan dan anak, pihaknya siap untuk membantu memberikan pelayanan kepada korban.

"Makanya layanan SAPA 129 ini hadir 24 jam, dan layanan ini tanpa biaya, jadi setiap yang melapor selama itu perempuan dan anak, kami ada tahapannya. Harus di-assement ini tahapan yang kami lakukan. Semenjak sapa 129 ini ada kita frekuensi menerima laporan langsung maupun tidak langsung itu cukup banyak," ujarnya.

"Kami ada layanan lewat telepon ini dapat mempermudah karena tidak semua siap melaporkan secara langsung, bagi yang melapor kami siap. Tapi memang harus ada tahapan yang dilakukan, setiap korban yang melapor kami harus mencatat sebagai bukti rekam jejak yang harus ditindak lanjuti," pungkasnya.