Suami Pelit Terhadap Istri Termasuk KDRT dan Bisa Dipenjara?
- Pixabay
VIVA – Salah satu alasan terjadinya konflik hingga pertengkaran dalam hubungan pernikahan seringkali berkaitan dengan faktor ekonomi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi, kesalahan dalam pengelolaan keuangan, ketidakjujuran dalam mengatur keuangan, serta pandangan yang berbeda antara suami dan istri dalam mengelola uang, seperti persepsi bahwa gaji suami adalah milik bersama dan gaji istri adalah milik pribadi.
Selain itu, perselisihan atau pertengkaran juga dapat terjadi akibat perilaku pelit suami dalam memberikan nafkah kepada istri, yang mengakibatkan kesulitan bagi istri dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Pandangan umat Muslim, nafkah bagi istri dan anak memang sudah menjadi kewajiban suami, hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 233;
“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian (nafkah) kepada para istri dengan cara ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah : 233)
Lantas, bagaimana hukum suami yang pelit dalam memberikan nafkah kepada istri? Apakah perilaku pelit ini bisa dianggap sebagai bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?
Dikutip dari laman resmi Kementerian Hukum dan HAM RI, dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud dengan Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Salah satu bentuk kekerasan dalam lingkup rumah tangga yang sering disebut adalah kekerasan psikis. Kekerasan psikis adalah tindakan yang menyebabkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, kehilangan kemampuan bertindak, perasaan tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis yang berat pada seseorang.
Kekerasan psikis tidak selalu terlihat secara fisik, tetapi bisa berupa perilaku atau sikap yang tidak menyenangkan, merusak harga diri, mengganggu kehormatan seseorang, dan melukai jiwa seseorang.
Jika akibat dari perilaku suami yang pelit dalam memberikan nafkah kepada istri menyebabkan penderitaan psikis pada istri, seperti saat istri meminta uang untuk kebutuhan rumah tangga namun ditolak atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan, maka tindakan suami yang pelit tersebut dapat dianggap sebagai bentuk kekerasan psikis.
Pelit memiliki pengertian dalam kamus besar Bahasa Indonesia sebagai kikir atau tidak mau memberi. Orang yang pelit seringkali dianggap memiliki kepribadian yang tidak disukai, bahkan oleh orang pelit sendiri. Mereka cenderung enggan memberi atau hanya mempertimbangkan keuntungan dan kerugian, dan jika memberi, seringkali disertai dengan kekesalan atau kemarahan.
Apakah suami yang pelit dalam hal keuangan bisa dipidana? Jika unsur-unsur tindak pidana kekerasan psikis terpenuhi, seperti mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, atau perasaan tidak berdaya, maka suami dapat dipidana atas tindakan tersebut dengan catatan istri membuat pengaduan atau delik aduan kepada pihak berwajib.
Selain itu, jika suami yang pelit dalam memberikan nafkah menyebabkan istri terlantar, maka perilaku tersebut masuk dalam kategori penelantaran rumah tangga. Penelantaran terhadap istri yang menjadi tanggungan suami diatur dalam undang-undang, dan pelaku penelantaran dapat dikenakan sanksi pidana.
Larangan penelantaran terhadap istri yang menjadi tanggungan suami diatur dalam Pasal 9 ayat (1). Dalam pasal 9 ayat (1) tersebut dikatakan “setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Adapun sanksi bagi pelaku penelantaran tercantum dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan ancamam pidana, berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Dan sanksi bagi pelaku kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga tercantum dalam Pasal 45 dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000,- (sembilan juta rupiah).
Jika akibat dari kekerasan psikis tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari, maka pelaku dipidana, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Meskipun istri sebagai korban dari perilaku pelit suami dapat melaporkan suaminya ke pihak berwajib, sebaiknya penyelesaian masalah tersebut dilakukan secara kekeluargaan dan komunikatif. Suami dan istri sebaiknya bersama-sama memahami dan menyelesaikan masalah keuangan dengan saling introspeksi dan berkomunikasi secara terbuka.
Dalam perkawinan, kewajiban suami dan istri telah diatur secara jelas dalam undang-undang, dan penting untuk saling melindungi dan mendukung satu sama lain. Komunikasi yang baik antara suami dan istri adalah kunci untuk mencegah konflik dan membangun rumah tangga yang harmonis.