Gagal Jadi Pendeta Gegara Tertarik Agama Islam dan Pilih Mualaf
- YouTube Ngaji Cerdas
MEDAN – Ahmad Tarigan merupakan seorang mualaf yang berasal dari Sumatera Utara. Sebelum namanya menjadi Ahmad Tarigan, dulu namanya Kristian Tarigan.
Dia lahir dari keluarga non muslim. Seperti apa kisah Ahmad Tarigan jadi mualaf? Simak informasi selengkapnya berikut ini.
Besar dari keluarga non muslim
Dalam cerita yang ia bagikan di kanal YouTube Ngaji Cerdas, Ahmad bercerita bahwa dirinya terlahir dari keluarga non muslim. Ia besar dengan ayah angkatnya yang juga pamannya sendiri.
Orang tua kandungnya menginginkan Ahmad Tarigan menjadi seorang pendeta. Kakak dan adiknya pun lulusan Teologi, di mana di persiapkan untuk menjadi pendeta. Diketahui jika ia enam bersaudara dan dia adalah anak keempat. Ia memiliki kakak dan adik.
Ruang lingkup tempat tinggalnya, bersama pamannya mayoritas masyarakatnya muslim. Saat SMP ia di sekolahkan di sekolah Katolik. Ia bertanya-tanya soal perbedaan Kristen dan Prostetan. Mengapa ada perbedaan dalam hal prinsip. Mulai dari penyembahan hingga isi Alkitab.
Singkat cerita, ia ingin sekolah SMA negeri setelah lulus SMP. Ia pun mendaftar ujian sekolah negeri tanpa memberi tahu ayah kandung dan ayah angkatnya. Padahal, saat itu NIM nya di bawah rata-rata. Namun ia tetap lolos.
Awalnya ayah angkatnya marah, namun ketika ayah kandungnya mengizinkan, akhirnya ia masuk SMA Negeri. Pesannya hanya satu, tidak boleh terlalu dengan dengan umat Islam karena dinilai radikal dan dianggap teroris.
Ketika sudah mulai sekolah, ia malah merasakan kenyamanan berteman dengan orang Islam. Ia pun tidak merasakan hal-hal yang dikatakan oleh ayah angkatnya.
“Tapi yang saya lihat dari pertemanan saya dengan umat Islam tidak ada mereka menunjukkan mereka itu radikal. Tidak ada mereka menunjukkan kekerasan. Justru sebaliknya kita berteman dengan baik,” ujarnya, dikutip Sabtu, 17 Februari 2024.
Mualaf umur 17 tahun
Saat kelas 3 SMA dan usianya 17 tahun, hatinya tergerak ingin bertanya soal agama Islam. Ketika teman-temannya tidak memuaskan pertanyaannya, kemudian ia dipertemukan dengan Ustadz yang juga mengajar di sekolahnya. Ustadz itu bernama Sudirman Laksa.
Ahmad pun diberi kesempatan untuk bertanya tentang Islam di kediaman rumah ustadz Sudirman Laksa. Dia di sambut hangat, penuh kasih sayang. Singkat cerita, Ahmad Tarigan bertanya kepada ustadz Sudirman Laksa, mengapa agama Islam di cap sebagai agama radikal, teroris dan bertindak kekerasan? Lalu ustadz Sudirman mengambil sebuah Alquran dan juga Alkitab.
Ahmad Tarigan penasaran, mengapa seorang ustadz memiliki Alkitab? Kata Ustadz Sudirman, dengan membaca Alkitab bisa menambah keimanannya.
"Kristian, saya rutin membaca Alkitab, Alkitab ini saya baca karena dengan membaca Alkitab umat Kristen menambah keimanan keislaman saya," kata ustadz Sudirman.
Mengapa bisa demikian? Kata ustadz Sudirman, jika ada umat Kristen yang berpindah agama Islam, itu bukan berarti kehilangan Yesus, tapi justru menemukan Yesus yang sebenarnya.
Lalu ustadz Sudirman membuka Alkitab Markus 12 ayat 29, yang bertuliskan kata Yesus dalam Alkitab, dengarlah hai orang Israel, Allah kita, Allah itu Esa. Dengan jelas, Allah itu Esa, artinya Esa tidak bisa dibagi-bagi. Inilah isi kitab yang menambah keislaman Ustadz Sudirman dan umat Islam.
Dalam kitab tersebut menyatakan bahwa Yesus bukan Tuhan, tetapi Yesus mengatakan bahwa ada Allah, Tuhan yang Esa. Kemudian soal radikal, ustadz Sudirman membuka sebuah surah Al-Maidah. Dalam surah tersebut berbunyi, bahwa Islam sangat melarang tindakan pembunuhan. Ia pun makin yakin jika Islam bukan teroris.
Proses belajar agama Islam sekitar enam bulan. Kemudian di usianya yang ke-17, ia mantab ingin masuk Islam. Karena umur 17 harus mendapatkan restu dari orang tua, maka ia harus mendapatkan izin dari ayah angkatnya.
Ayah angkatnya sempat mengira Ahmad bercanda soal keinginannya ingin masuk Islam. Ayahnya itu sempat meng-iming-imingi nanti tidak bisa makan babi lagi. Ahmad lalu mengatakan jika tekadnya itu bulat ingin masuk Islam. Ayah angkatnya itu kemudian marah dan mengambil dua parang untuk diajak adu kekuatan. Namun Ahmad langsung lari keluar rumah.
Namun, ketika ayah kandungnya mengizinkan Ahmad pindah agama, ia di suruh keluar rumah tanpa uang sepeser pun dan di coret dari kartu keluarga. Namun Ahmad bertekad dan siap keluar rumah. Ia kemudian mengatakan pesan haru kepada ayah kandungnya.
"Saya katakan kepada ayah saya, saya katakan kepada orang tua saya di kampung, Pak mulai hari ini kita berbeda agama. Saya Islam, kamu Kristen, kalian agama Kristen, kamu abang-abangku, kakak-kakakku, adik, kamu beragama Kristen saya beragama Islam. Tapi saya pastikan kepada kalian, sampai mati pun saya tetap keluarga kalian,” kata Ahmad.
“Saya yakin ada ribuan dan jutaan umat islam yang tidak akan pernah meninggalkan saya dan siap menjadikan saya bagian dari keluarga mereka. Dan yang pasti ada Allah bersama saya," imbuhnya.
Pada 8 Februari 2008, ia masuk Islam di usia 17 tahun. Ia pun kemudian belajar membaca, iqro, Al-Quran, hingga sholat. Ia berpesan kepada umat muslim, agar Al-quran dihapalkan. Sebab itu menjadi petunjuk di kehidupan. Dua tahun berselang, tepatnya tahun 2010, ia diberi kesempatan ke Tanah Suci dengan cuma-cuma alias gratis.