Pakar: Pohon adalah Solusi Alami Hilangkan CO2 dari Udara

Ilustrasi menanam pohon.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Lifestyle – Memasukkan konservasi keanekaragaman hayati dan lingkungan dalam perencanaan pembangunan akan mempercepat perwujudan ekonomi hijau yang inklusif dengan kesejahteraan yang lebih merata.

Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, menjelaskan pohon adalah solusi alami untuk menghilangkan CO2 dari udara dan penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Scroll untuk informasi selengkapnya.

"Sebagai contoh kemitraan yang baik antara pemerintah dan swasta, Kemenko Marves telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan AstraZeneca untuk menjalankan program AZ Forest dengan komitmen menanam 20 juta pohon di kawasan DAS Citarum," ujar Nani saat sesi plenari AstraZeneca pada Indonesia Sustainibility Forum (ISF) 2023, yang digelar Kemenko Marves dan Kadin, belum lama ini.

"Program ini tentunya memiliki dampak positif terhadap ekonomi dengan melibatkan masyarakat lokal dan pakar ekologi untuk melakukan reboisasi dalam skala besar, serta mendukung keanekaragaman hayati dan mempertahankan mata pencaharian petani," sambungnya.

Dengan adanya pohon, Nani berharap, dapat meningkatkan kualitas air dan udara di DAS Citarum yang sebelumnya telah tercemar akibat emisi pabrik dan sampah yang menghambat jalur sungai. 

"Pulihnya DAS Citarum akan menjadi kabar gembira dan poin positif sebagai keberhasilan Indonesia di mata dunia," ungkapnya. 

Se Whan Chon, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, menambahkan, sejak dimulainya kemitraan pada tahun 2020, program AZ Forest telah memberikan dampak positif kepada lebih dari 20.000 keluarga petani dan berhasil menanam lebih dari 4 juta pohon hidup di 21.000 lahan pertanian untuk reboisasi dan keanekaragaman hayati.

“Selain AZ Forest, kami juga mengurangi jejak karbon kami dengan pindah ke kantor ramah lingkungan yang baru dengan konsumsi energi yang lebih rendah. Memasukkan keberlanjutan ke dalam kebijakan internal kami, kerja hybrid, pembatasan perpindahan karbon. Serta akan segera terjadi transisi ke armada 100 persen kendaraan listrik, sekitar 600 sepeda motor listrik dalam 2 tahun ke depan memperdayakan produksi lokal," paparnya. 

Shuhaela Haqim, Country Director Tony Blair Institute for Global Change memuji Pemerintah Indonesia yang telah mengintegrasikan aspek  keberlanjutan, termasuk dampak penilaian lingkungan hidup, ke dalam proyek infrastruktur besar. 

Ia juga menyoroti proses inklusif dari proyek-proyek yang telah menerima masukan dari masyarakat lokal, seperti Tol Bali Mandara yang mengalami perubahan trase jalan tol untuk melindungi kawasan mangrove di sekitarnya. Contoh lainnya adalah jalan tol Pekanbaru-Dumai di Sumatera yang dilengkapi enam jalur perlintasan gajah agar tidak mengganggu pola migrasi.

“Terdapat keputusan dalam proyek-proyek ini yang berkontribusi untuk melindungi lingkungan, dan hal ini mempunyai dampak ekonomi yang positif. Misalnya, kawasan hutan bakau yang berhasil terlindungi setelah jalur jalan tol Bali Mandara diubah. Keputusan ini berperan penting untuk mengurangi dampak lingkungan yang terjadi di Bali pasca pembangunan jalan tol Bali.” ucap Shuhaela.

Nani kembali menambahkan, pertumbuhan dan keberlanjutan akan membuka jalan bagi Indonesia untuk mencapai visi Indonesia Emas di tahun 2045. 

"ISF 2023 memberikan ruang untuk membahas terobosan dalam mencapai pertumbuhan berkelanjutan, dan memetakan kolaborasi dan kemitraan dalam mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. Forum ini diharapkan menjadi tempat bagi para katalis di bidang sustainability untuk bertemu dan bertukar pikiran, menghadirkan solusi untuk mendorong upaya dekarbonisasi, transisi ekonomi hijau, serta konservasi ekosistem lingkungan dan keanekaragaman hayati," tutup Nani Hendiarti.