Mohammad Khusnul Milad: Menjadi Petugas Haji Adalah Panggilan Illahi
- Mohammad Khusnul Milad
JEDDAH – Menjadi bagian dari Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1444 H/ 2023 M, adalah kesempatan paling berharga dan membahagiakan untuk pria kelahiran Probolinggo, 29 Januari 1979, Mohammad Khusnul Milad (44).
Meski tak menyangka bisa lolos ujian ketat seleksi PPIH Arab Saudi 2023, Khusnul akhirnya bisa ke Tanah Suci, mengemban tugas sebagai petugas PPIH.
Baginya, ini adalah panggilan ilahi. Dari 17 ribuan peserta yang ikut dalam tes tersebut hanya sekitar 927 orang saja yang diterima sebagai pelayan tamu-tamu Allah SWT, salah satunya adalah Khusnul.
"Ini adalah pengalaman yang sangat manarik dan berharga, dimana kita bertugas sebagai ladang amal ibadah kita," kata Khusnul yang rela meninggalkan tugasnya sebagai Dosen Sistem Informasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya untuk sementara waktu dan memilih mengabdi menjadi petugas haji.
Pria yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Mukhlasin Kabupaten Probolinggo Jawa Timur ini juga mengaku, banyak pengalaman berharga yang ia peroleh selama menjalani tugas menjadi pelayan tamu Allah. Apalagi, tahun ini Haji Ramah Lansia menjadi tagline.
Dalam menjalankan tugasnya di Tanah Suci, Khusnul dengan penuh kesabaran, memperlakukan jemaah bagaikan orangtua dan saudaranya sendiri. Ia bahkan meniatkan diri mengabdi, demi mendapat berkah dari jemaah haji Indonesia.
Ada banyak momen menyentuh, yang katanya tak akan bisa dilupakannya. Bahkan saat bercerita pun Khusnul tak bisa membendung air matanya.
"Dan yang paling saya ingat adalah, ketika bagaimana banyak lansia yang tidak bisa berjalan kita bopong, lansia yang tidak bisa turun dan naik bus harus kita gendong. Itu wajib saya lakukan dan saya yakin jika dengan ikhlas melakukan itu Insya Allah semua kehidupan kita akan diberkahi oleh Allah."
Saat mendampingi para jemaah, Khusnul tak bosan menuntun para jemaah melantunkan, "Labaaik Allahumma Labaik, Labaikala Syarikalaka Labaik....." tak henti ia bisikkan di samping telinga para jemaah lansia sambil memapah hingga menggendongnya.
Tak hanya itu momen paling menyentuh yang ia ceritakan. Saat di Arafah, ia juga sempat menemukan seorang nenek. Di saat semua jemaah rombongannya sudah turun dari bus, hanya sang nenek seorang diri tertinggal dalam bus sambil menangis.
"Nenek itu paling akhir, tidak bisa turun sendiri karena syarafnya kejepit di bagian belakang, dan bagi saya itu adalah kewajiban saya membawa dia. Saya akhirnya naik ke bus dan saya gendong. Dia mendoakan saya setelah saya gendong sampai akhirnya menemukan kursi roda. Itu momen paling menyentuh buat saya."
Khusnul sangat bersyukur, keluarga sangat mendukung dan selalu mendoakannya. Bagi keluarga, lolos jadi petugas haji adalah amanah yang harus dijalani sebaik mungkin. "Dan ini adalah momen yang paling berharga dalam hidup saya."
Doa Khusnul yang utama dipanjatkan semoga menjadi haji mabrur, untuk dirinya dan para jemaah haji. Doa kedua yang dipanjatkan, berharap, Indonesia maju dan yang kedua ia mendoakan supaya negeri Indonesia tetap maju dan 'Baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur'
"Dan yang ketiga saya berdoa untuk keluarga saya. Ketika saya tawaf wada saya tidak niat untuk berpamit, tapi saya niat untuk membawa anak istri saya ibadah ke Masjidil Harom."