Banyak UMKM Dimiliki Perempuan Tapi Masih Sedikit yang Mengerti Berbisnis

Ilustrasi wanita.
Sumber :
  • Freepik/lookstudio

VIVA Lifestyle – Secara global, data World Bank menyebutkan bahwa sebanyak 30 persen kewirausahaan dimiliki oleh perempuan. Di Indonesia, perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pun identik dengan perempuan. 

Hal ini disebabkan karena peranan dan kontribusi UMKM dalam perekonomian nasional yang mencapai 61 persen, di mana 99 persen dari 64,2 juta UMKM merupakan level mikro dan 57 persennya dikelola oleh perempuan, demikian data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia di tahun 2021 lalu. 

Namun, sayangnya masih terdapat berbagai tantangan bagi perempuan untuk mengembangkan usahanya. Beberapa di antaranya adalah bias serta terbatasnya kemampuan dan akses wirausaha perempuan terhadap pasar yang lebih luas, yang ke depannya dapat memengaruhi keberlangsungan usaha mereka apabila tidak segera diatasi.

Ilustrasi wanita karir.

Photo :
  • U-Report

Di sisi lain, Regional Director Southeast Asia and Oceania WEConnect International, Mrinalini Venkatachalam, menjelaskan ada dua tantangan besar yang memang dirasakan oleh perempuan ketika memutuskan untuk berwirausaha. Mulai dari segi perempuan sebagai womenpreneur dan dari sisi corporate sebagai buyer.

Dari sisi perempuan kata Mrinalini banyak perempuan yang tidak mengerti bagaimana caranya berbisnis 

“Wirausaha perempuan kebanyakan tidak mengerti bagaimana caranya bisa berbisnis dengan perusahaan atau buyer lebih besar.  Mereka tidak mengerti bagaimana bisa masuk ekosistem mereka (corporate),” kata dia.

Sementara itu, dari sisi corporate sebagai buyer masih adanya sentimen negatif terhadap usaha yang dijalankan oleh seorang wanita

Corporate perusahaan besar itu masih sangat konservatif menganggap perempuan itu skala bisnisnya kurang mampu, ada bias yang anggap bisnis yang dipimpin perempuan itu sangat konservatif belum bisa menyediakan solusi yang memang relevan dengan bisnis mereka,” kata dia.

Salah satu cara untuk melawan bias dan memperluas akses mereka terhadap rantai pasokan yang lebih besar adalah dengan mendorong Keragaman Pemasok, di mana perusahaan sebagai pihak pembeli dapat secara aktif melibatkan lebih banyak usaha milik perempuan masuk ke dalam rantai pasokan mereka. Keragaman Pemasok mengacu pada penggunaan secara proaktif bisnis milik kelompok yang masih belum terwakili secara ekonomi seperti perempuan, sebagai pemasok ke dalam rantai pasokan organisasi.

Peluncuran program ANJANI.

Photo :
  • VIVA/Isra Berlian

Bagi P&G, Keragaman Pemasok telah menjadi strategi bisnis selama lebih dari 40 tahun. P&G Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan basis Keragaman Pemasok dengan bekerja secara langsung dengan bisnis bersertifikat yang dimiliki oleh pelaku usaha perempuan Indonesia.

Presiden Direktur P&G Indonesia, Saranathan Ramaswamy, menjelaskan bahwa di P&G, Kesetaraan dan Inklusi adalah bagian fundamental dari identitas perusahaan, dimana perusahaan meyakini bahwa akses dan kesempatan yang sama untuk berkembang dan sukses tersedia bagi semua orang, khususnya bagi para komunitas dimana bisnis beroperasi.

“Dengan semangat tersebut, kami kembali menyelenggarakan ANJANI untuk ketiga kalinya. Ini merupakan wujud nyata dari konsistensi kami dalam bergerak dan tumbuh bersama para pelaku usaha perempuan Indonesia, serta membekall mereka dengan kemampuan dan akses yang mereka butuhkan untuk terhubung dengan rantai pasokan yang lebih besar, sehingga mereka pun dapat mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya,” kata di. 

Sebagai informasi program ini pertama kali diluncurkan di Indonesia pada tahun 2020 sebagai wadah bagi pengusaha perempuan untuk membantu menghilangkan batasan-batasan wirausaha perempuan dan mengisi gap kapasitas/kemampuan yang mereka butuhkan, seperti strategi pertumbuhan bisnis, pengembangan merek, kepemimpinan, sumber daya manusia, dan kemampuan lainnya. Secara global, program tersebut berjalan di 15 negara (termasuk Indonesia, India, Jepang, dil) dan telah memberdayakan lebih dari 500 wirausaha perempuan.