Meremas Payudara Istri Batalkan Puasa? Begini Pandangan Islam
- Freepik/freepik
VIVA Lifestyle – Ramadhan menjadi momen menahan syahwat selama puasa yang berlangsung sejak Azan Subuh hingga Magrib. Kendati begitu, tak sedikit pasangan suami istri yang ingin tetap bermesraan saat puasa, hingga saling menyentuh area intimnya. Bagaimana pandangan Islam terkait ini?
Dalam laman Islamqa, salah satu akun mempertanyakan hukum Islam dalam memandang suami yang memegang atau meremas payudara istri saat puasa Ramadhan. Ada kekhawatiran dapat membatalkan puasa sehingga meminta pendapat dari ahli di Darul Ulum. Bagaimana jawabannya? Yuk, scroll!
"Seseorang dapat menyentuh payudara istri selama puasa dan mereka juga dapat mencium pipi satu sama lain," tulis Darul Ifta, Darul Ulum Deoband, dalam laman Islamqa, dikutip VIVA, Jumat 7 April 2023.
Tetapi jika dia takut ejakulasi atau akhirnya berhubungan, maka itu makruh, itu harus dihindari. Namun pada dasarnya, bersentuhan kulit dengan istri atau tidur di sisinya saat siang hari ketika Ramadhan, tidak membatalkan puasa. Termasuk juga ketika berganti pakaian dengan melihat aurat satu sama lain, diperbolehkan selama tidak ada ejakulasi.
"Suami dan istri dapat berganti pakaian sebelum satu sama lain. Allah (Subhana Wa Ta'ala) tahu yang terbaik," tambahnya.
Dikutip laman NU Online, dalam kitab Fath al-Qarib dijelaskan bahwa perkara yang dapat membatalkan puasa meliputi beberapa hal, berikut rinciannya:
Pertama, sampainya sesuatu ke dalam lubang tubuh dengan disengaja. Maksudnya, puasa yang dijalankan seseorang akan batal ketika adanya benda (‘ain) yang masuk dalam salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam yang dalam istilah fiqih biasa disebut dengan jauf. Seperti mulut, telinga, hidung.
Benda tersebut masuk ke dalam jauf dengan kesengajaan dari diri seseorang. Puasa batal ketika terdapat benda, baik itu makanan, minuman, atau benda lain yang sampai pada tenggorokan, misalnya.
Namun, tidak batal bila benda masih berada dalam mulut dan tidak ada sedikit pun bagian dari benda itu yang sampai pada tenggorokan. Berbeda halnya ketika benda yang masuk dalam jauf seseorang yang sedang berpuasa dilakukan dalam keadaan lupa, atau sengaja tapi ia belum mengerti bahwa masuknya benda pada jauf adalah hal yang dapat membatalkan puasa.
Kedua, mengobati dengan cara memasukkan benda (obat atau benda lain) pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur). Misalnya pengobatan bagi orang yang sedang mengalami ambeien dan juga bagi orang yang sakit dengan memasang kateter urine, maka dua hal tersebut dapat membatalkan puasa.
Ketiga, muntah dengan sengaja. Jika seseorang muntah tanpa disengaja atau muntah secara tiba-tiba (ghalabah) maka puasanya tetap dihukumi sah selama tidak ada sedikit pun dari muntahannya yang tertelan kembali olehnya. Jika muntahannya tertelan dengan sengaja maka puasanya dihukumi batal.
Keempat, melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis (jima’) dengan sengaja. Bahkan, dalam konteks ini terdapat ketentuan khusus: puasa seseorang tidak hanya batal dan tapi ia juga dikenai denda (kafarat) atas perbuatannya. Denda ini adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Jika tidak mampu, ia wajib memberi makanan pokok senilai satu mud (0,6 kilogram beras atau 3 per empat liter beras) kepada 60 fakir miskin. Hal ini tak lain bertujuan sebagai ganti atas dosa yang ia lakukan berupa berhubungan seks pada saat puasa.
Kelima, keluarnya air mani (sperma) disebabkan bersentuhan kulit. Misalnya, mani keluar akibat onani atau sebab bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual. Berbeda halnya ketika mani keluar karena mimpi basah (ihtilam) maka dalam keadaan demikian puasa tetap dihukumi sah.