18 Tahun Menanti Perlindungan Hukum untuk Para PRT
- Pixabay/ klimkin
VIVA Lifestyle – Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) telah melalui proses yang panjang selama 18 tahun. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan bahwa payung hukum PPRT sebenarnya sudah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Namun, kini pemerintah kembali harus membuat Undang-Undang khusus perlindungan pekerja rumah tangga. Yuk, scroll terus informasinya.
Mengacu pada UU tersebut, seharusnya merancang UU baru terkait PPRT tidaklah sulit. Sehingga tak perlu alasan RUU PPRT mangkrak.
Omar kemudian menegaskan urgensi keberadaan UU PPRT untuk melindungi para pekerja rumah tangga.
"Urgensi dari RUU PPRT ini sebenarnya hanya ada dua. Pertama adalah suatu recognize, suatu pengakuan terhadap pekerja rumah tangga, dan kedua yang terpenting adalah perlindungan terhadap PRT itu sendiri," kata dia dalam acara Diskusi Bersama Pemerintah, DPR, CSO, dan Media Terkait RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di Gedung Kemenaker Jakarta, Jumat 30 September 2022.
Dia menambahkan, salah satu fungsi dari RUU PPRT, jika nanti selesai, adalah para PRT bisa mendapat jaminan keamanan hak kerja di dalam negeri. Selain itu, aturan ini bisa menjadi nilai tambah pekerja Indonesia yang bekerja sebagai ART di luar negeri.
Selama ini, lanjut Eddy, TKI yang bekerja sebagai PRT di luar negeri kerap mendapat tindak kekerasan dan ketidakadilan. Sementara, negara tempat mereka bekerja tidak memberikan perlindungan, karena melihat Indonesia tidak memiliki aturan yang menjamin keamanan ART.
"Jika memilki Undang-Undang ini, kita bisa menuntut negara lain untuk memperlakukan tenaga kerja kita seperti yang negara lakukan," ujarnya.
Sementara itu, Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menegaskan percepatan RUU PPRT sebagai produk hukum (Undang-Undang), dapat menjadi landasan dalam mengatur dan mengelola permasalahan bidang ketenagakerjaan. Terutama dalam melindungi para pekerja domestik atau PRT di Indonesia yang jumlahnya mencapai 4,2 juta orang.
"Percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT ini penting, sebagai payung hukum untuk melindungi pekerja rumah tangga. Dengan lahirnya UU PPRT ini kita ingin persoalan-persoalan terkait pekerja domestik ini bisa kita selesaikan dan memiliki dasar hukum yang sangat jelas," kata Anwar.
Dinamika RUU PPRT ini juga kembali meningkat, dengan semakin gencarnya masyarakat sipil menuntut percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT, dan kembali masuknya RUU PPRT ke dalam Prolegnas Prioritas 2022.
"Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung RUU PPRT ini agar bisa menjadi UU. Berbicara pekerja domestik yang bekerja di luar negeri, kita selalu mengedepankan kata perlindungan sebagai bagian yang memang tidak terpisahkan dari PMI sektor domestik. Kita ingin perlindungan ini betul-betul jelas kepada mereka yang bekerja pada sektor domestik ini," ujar.