Memaknai Arti Kemerdekaan dalam Bingkai Kreasi dan Ekspresi

Tim produksi film Kejar Mimpi, Gaspol!
Sumber :
  • ist

VIVA LifestyleKemerdekaan merujuk pada pembukaan UUD 1945 ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Kemerdekaan maknanya berbeda bagi setiap individu yang ada di Republik Indonesia. Kata “Merdeka” lah yang diperjuangkan para pahlawan Tanah Air dalam memerdekaan diri dari penjahan.

Berjuang bersama rakyat untuk menjadi negara yang merdeka. Dari Sabang hingga Maurake rakyat Indonesia bersatu, berjuang dan mengorbankan diri.

Berbicara tentang kemerdekaan, tentu tidak lepas dari peran dan pengorbanan para pahlawan - pahlawan nasional, termasuk para perempuan Indonesia yang ikut berjuang merebut kemerdekaan. Tanpa jasa mereka, mungkin tidak akan ada Indonesia seperti saat ini.

Dengan adanya penerapan kebijakan Politik Etis oleh Belanda, di awal abad ke-20 melahirkan banyak organisasi perempuan.

Kaum perempuan ikut berjuang meraih kemerdekaan Indonesia dengan cara menyetarakan hak kaum perempuan agar sama dengan kaum lelaki dan juga memajukan status perempuan pribumi di bidang sosial, politik, dan pendidikan.

Beberapa tokoh perempuan yang ikut bertempur di medan perang melawan penjajah adalah Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang dan Martha Christina Tiahahu.

Pada 8 April 1873, Perang Aceh resmi dimulai. Cut Nyak Dien, sebagai putri Aceh, pun terdorong untuk ikut melawan Belanda, yang telah membakar tempat ibadahnya. Bersama dengan suami pertamanya, Teuku Ibrahim Lamnga, ia ikut bertarung melawan Belanda di garis depan.

Nahasnya, pada 1878, Teuku Ibrahim Lamnga tewas dalam pertempuran. Cut Nyak Dien tidak menyerah, ia terus berjuang melawan Belanda dengan suami keduanya, Teuku Umar. Cut Nyak Dien, yang berjuang hingga akhir hayatnya, mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 2 Mei 1964.

Selain nama-nama tadi, ada pahlawan yang berjuang memperjuangkan kesetaraan. RA Kartini merupakan tokoh yang dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan karena ia yang melahirkan Kongres Perempuan.

Lewat Kongres Perempuan, RA Kartini banyak menyampaikan tulisan-tulisannya yang sangat menginspirasi dan berhasil mengobarkan semangat perjuangan para perempuan Indonesia.

Semasa hidupnya, RA Kartini terus memperjuangkan keseteraan perempuan. Kegigihannya pun membuahkan hasil, yaitu didirikannya Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912.

Sebelum sekolah yang didirikan Yayasan Kartini, pada 1904, untuk pertama kalinya, berdiri sebuah sekolah khusus perempuan bernama Sakola Istri. Sakola Istri dibentuk oleh Raden Dewi Sartika, yang banyak mengajarkan para perempuan cara merenda, memasak, menjahit, membaca, dan menulis.

Kemudian, pada 1912, terbentuk organisasi perempuan pertama di Indonesia, yaitu Putri Mardika. Organisasi Putri Mardika bertujuan untuk membina para perempuan dalam bidang pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan hidup para perempuan pribumi. Salah satu program yang dilakukan Putri Mardika guna memajukan pendidikan adalah beasiswa.

Program beasiswa diharapkan dapat menjadi penunjang pendidikan kaum perempuan pribumi. Para tokoh Putri Mardika kerap menerapkan gagasan RA Kartini sebagai landasan pergerakan organisasi.

Pada 1912, berdiri sebuah surat kabar perempuan bernama Soenting Melajoe yang didirikan oleh Ruhana Kuddus. Lewat Soenting Melajoe, Ruhana Kuddus banyak menulis kritik terhadap budaya patriarki, seperti menikah di bawah umur, poligami, dan pengekangan perempuan untuk mengakses perekonomian.

Dari sepenggal cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa peran wanita di masa sebelum kemerdekaan sudah ada. Baik yang ikut bertempur maupun yang memperjuangkan kesetaraan dan kemajuan kaum wanita.

Eksekutif Produser PT. Anak Bangsa Berkreasi Albest Suyipto mengatakan, kemerdekaan yang kita dapat saat ini harus dimamfaatkan untuk kemajuan. Kemerdekaan bukan hanya berperang terhadap lawan secara fisik tapi juga berperang terhadap keinginan.

Lewat film berjudul Kejar Mimpi, Gaspol! lanjut Albest, produksi perdananya ini menonjolkan cerita kemerdekaan dalam diri seorang wanita agar menggapai cita-citanya meski ada kewajiban utamanya.