Pakar: FOMO Benar-benar Penyakit, Begini Ciri dan Cara Atasinya

Ilustrasi media sosial.
Sumber :
  • Freepik/rawpixel.com

VIVA Lifestyle – Di tengah perkembangan dunia digital apalagi dengan kehadiran media sosial, kini semua orang tidak mau ketinggalan informasi dan berlomba mengikuti tren yang sedang digandrungi supaya tidak dibilang ketinggalan zaman.

Akibatnya, kini muncul gangguan kecemasan yang disebut dengan FOMO yang merupakan singkatan dari Fear of Missing Out, yaitu munculnya perasaan cemas takut ketinggalan tren.

Ciri yang paling utama dari FOMO adalah tidak bisa lepas dari perangkat digitalnya karena tidak ingin ketinggalan yang terjadi di ruang digital.

Selain itu, Kepala Sekolah SMPN 13 Mataram, Ahmad Saehu menjelaskan FOMO menyebabkan seseorang lebih peduli pada aktivitas di ruang digital dibanding dunia nyata.

Ilustrasi aktivitas di media sosial.

Photo :
  • Pixabay

Lalu, selalu ingin tahu informasi terbaru termasuk gosip yang beredar, bahkan kepo dengan kehidupan orang lain yang bahayanya iri dengan pencapaian orang lain karena melihat yang diunggah di media sosial. Orang yang FOMO akan selalu mengatakan iya padahal seharusnya tidak, cuma karena tidak mau ketinggalan tren.

“FOMO itu benar-benar penyakit yang efeknya tidak peduli kepada orang lain. Oleh karena itu, kita perlu waspada kalau sudah kena FOMO tidak mengedepankan kehidupan nyata,” kata Ahmad Saehu dalam webinar Cakap Digital 2022, yang digelar belum lama ini. 

Sekretaris Relawan TIK Cabang Sumbawa, Subhan Azharullah mengatakan yang berbahaya dari FOMO adalah ketika berhubungan dengan konten negatif sehingga jangan asal share konten yang berseliweran di media sosial, perlu dianalisis dan dicek kembali untuk verifikasi konten.

Untuk mencegah FOMO, Subhan membagikan beberapa tips. Pertama adalah fokus pada diri sendiri sehingga tidak memaksakan diri untuk mengikuti tren yang ada.

Ilustrasi anak main gadget atau smartphone.

Photo :
  • Pexels

Lalu tips berikutnya membatasi penggunaan media sosial, dan berkumpul dengan orang-orang yang punya hobi olahraga yang sama supaya tidak terus bergantung pada sosial media.

"Jangan memaksakan diri mengikuti tren, batasi penggunaan media sosial walau susah dan orang-orang yang FOMO terkadang tidak tahu siapa yang mereka ikutin. Jadi perlu kita menemukan seseorang di dunia nyata yang bisa jadi acuan, bisa juga dengan membentuk kelompok belajar," kata Subhan.

Semengara itu Assistant Program Manager ECPAT Indonesia, Oviani Fathul Janah mengingatkan untuk menahan diri agar tidak FOMO, maka bisa dengan menerapkan nilai-nilai pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Nilai-nilai luhur Pancasila di ruang digital di antaranya saling menghormati perbedaan, kesetaraan, harmoni, demokratis, gotong royong yang harus kita junjung tinggi dalam berinteraksi digital. 

Sebagai warga digital yang Pancasilais harus berpikir kritis, meminimalisir unfollow, unfriend, dan block untuk menghindari echo chamber dan filter bubble, dan kolaborasi harus selalu diterapkan.

"Nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan pedoman bermedia sosial, menjadi batasan di dunia digital," pungkas Oviani.