Pekerja Kantoran Kini Makin Sepi Peminat

Ilustrasi bekerja di kantor.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Tren freelancing sedang meningkat di dunia. Menurut platform e-commerce, Solos, saat ini terdapat 70 juta freelancers dan solo entrepreneur di Asia Tenggara. Nilai pemasukan tahunan freelancers di Asia Tenggara bahkan mencapai US$93 miliar.

World Bank mencatat pertumbuhan pelaku freelancing mencapai 30 persen setiap tahunnya dengan dominasi segmentasi usia 18-44 tahun. Penelitian School of Business University of Brighton menyatakan, 97 persen pekerja lepas lebih bahagia daripada pekerja kantoran.

Tren yang sama terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat 33,34 juta orang bekerja sebagai freelancer dan small business owners hingga Agustus 2020. Angka ini naik 4,32 juta orang atau 26 persen dari tahun sebelumnya.

CEO Solos, Ricky Willianto, mengungkapkan, pasokan tenaga kerja yang menginginkan pekerjaan jam 9 pagi - 5 sore, kini semakin berkurang, terutama untuk kategori pekerjaan yang banyak diminati seperti teknik, desain, UI/UX, penelitian, pembinaan (training), dan strategi. 

Ilustrasi wanita bekerja di kantor.

Photo :
  • Pixabay

"Selain faktor fleksibilitas waktu dan tempat bekerja, ada kecenderungan sosial yang mendasari, terutama di kalangan generasi muda, untuk mendapatkan pekerjaan yang memiliki makna bagi hidup mereka," ujarnya saat peluncuran Solos, baru-baru ini. 

"Hal ini dapat berupa melakukan pekerjaan yang berdampak positif bagi dunia, atau bahkan hanya pekerjaan yang selaras dengan nilai-nilai pribadi seseorang seperti kreativitas atau kebebasan," sambungnya. 

Akibatnya, menurut Ricky, perusahaan berjuang untuk mengisi jumlah karyawan mereka, dan karena itu mereka mencari cara alternatif untuk bekerja dengan generasi muda. 

"Perusahaan sukses seperti Google sudah memanfaatkan tenaga kerja kontrak dan freelancers dalam bisnis mereka. Faktanya, 54 persen tenaga kerja Google adalah outsource. Sementara SAP menemukan bahwa rata-rata 25 persen tenaga kerja dari organisasi terbesar terdiri dari pekerja lepas dan kontraktor," ungkapnya. 

Ilustrasi bekerja di kantor.

Photo :
  • inmagine

Menurut Ricky, skema ini memungkinkan organisasi untuk mengelola sumber daya mereka dengan lebih baik dan memaksimalkan efisiensi dan output mereka. Organisasi dengan tenaga kerja yang fleksibel lebih mampu menyesuaikan biaya mereka berdasarkan lingkungan dan situasi bisnis.

"Kami percaya bahwa terjadi transisi besar pada angkatan kerja masa kini. Generasi baru lebih menyukai kebebasan, fleksibilitas, dan pekerjaan yang berdampak dan didorong oleh hasrat. Hasilnya, orang-orang yang dulu bergantung pada pekerjaan kantoran, kini memulai bisnis mereka sendiri yang dimungkinkan oleh teknologi dan kerja jarak jauh," paparnya. 

"Solos ingin menjadi solusi terdepan bagi orang-orang yang memulai perjalanan ini, dan menjadi mitra yang membantu mereka sukses dalam bisnis mereka. Solos fokus membantu freelancer dan solopreneur menemukan klien baru dengan cepat," imbuh Ricky Willianto.