Dukungan Perempuan untuk Jadi Pemimpin Terus Disuarakan
- Istimewa
VIVA – Sejak peringatan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2022 lalu, dukungan perempuan untuk jadi pemimpin terus mengalir. Pasalnya, jumlah perempuan yang menduduki posisi-posisi penting masih tergolong minim.
Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI), Diah Pitaloka, mengungkapkan, representasi perempuan yang duduk di kursi DPR RI, masih sekitar 20,9 persen.
"Sehingga perlu kerja keras baik KPPRI maupun KPPI agar mampu meningkatkan representasi perempuan dengan kuota minimal 30 persen di DPR RI, sehingga mampu merepresentasikan kepentingan politik perempuan," ujar Diah saat Pelantikan Dewan Pengurus Pusat Periode 2021-2026 dan Rapat Kerja KPPI, di Gedung DPR-MPR RI Senayan, Jakarta, Jumat 25 Maret 2022.
"Menuju pemilu 2024, agenda-agenda untuk ke sana sudah mulai dilakukan. Pembentukan KPU dan Bawaslu yang memberikan kuota terhadap anggota perempuan, diharapkan juga meningkatkan partisipasi pemilu perempuan nantinya lebih tinggi," tambah dia.
Diah juga mengatakan, KPPRI bekerja melalui parlemen dan memperjuangkan legislasi untuk perempuan. Sementara bagi KPPI, diharapkan mampu bergerak dari akar rumput sehingga kekuatan perempuan terkonsolidasi menjadi kekuatan politik perempuan dalam bidang pendidikan, ekonomi hingga sosial, sehingga mampu menyuarakan keadilan gender bagi perempuan.
"Perempuan jangan hanya memenuhi kuota saja, tetapi juga harus berkontribusi dari bawah sehingga mampu menjadi satu kekuatan. KPPI harus menjadi wadah dan tempat konsolidasi mengangkat isu-isu perempuan dan kaum rentan. Isu perempuan harus jadi isu sentral dari banyak narasi di pemilu kita nantinya," pungkasnya.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA RI), Lenny Rosalin, mengatakan, KPPI adalah wadah berhimpun dan berjuang bagi kaum perempuan lintas partai politik di Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan perempuan, khususnya di bidang politik yang mengedepankan kesetaraan, solidaritas dan persaudaraan.
“Perjuangan perempuan memiliki hak dalam politik merupakan sejarah panjang bahkan sebelum Indonesia merdeka. Dimulai dari Kongres Perempuan ketiga dan keempat hingga akhirnya saat Indonesia merdeka, pada UUD 1945 pertama kali disebutkan bahwa semua warga negara berkedudukan sama di depan hukum,” tegasnya.
Lenny juga menambahkan, berbicara tentang perempuan tidak akan pernah terlepas dari isu gender. Hal ini juga termasuk di dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), pada tujuan kelima yakni keseteraan gender.
Selain itu, tambah Lenny, UN Women juga mengungkapkan bahwa kepemimpinan perempuan meningkatkan kemampuan ekonomi serta ketahanan negara.
"Struktur patriarki masih menempatkan perempuan di bawah laki-laki. Contohnya perlu izin suami saat akan mencalonkan Pemilu hingga lingkungan domestik perempuan yang kadang masih mempersulit perempuan untuk terjun ke politik," tuturnya.
"Untuk itu, sangat penting membiasakan masyarakat untuk merasakan dan melibatkan perempuan, sehingga dalam setiap momen pengambilan keputusan, kuantitas dan kualitas, perlu diitingkatkan pada representasi perempuan," lanjut dia.
Menteri PPPA RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam sambutannya melalui video juga menambahkan, mengenai program Desa Ramah Perempuan dan Perlindungan Anak di 34 provinsi di seluruh Indonesia.
“Perempuan sudah mulai berani bicara, sudah masuk BPDes, di mana selama ini tidak pernah ada perempuan di sana. Peningkatan perempuan di desa, mulai dari tingkat akar rumput harus terus didorong sehingga terwujud kualitas dan kuantitas perempuan di seluruh Indonesia," ungkapnya.
Ketua Presidium KPPI tahun 2021-2022, Kanti W. Janis, mengatakan, KPPI akan bergerak untuk memperjuangkan visi serta misi KPPI menjadi garda terdepan untuk representasi dan perjuangan perempuan.
"KPPI akan berjalan dengan baik apabila kita dapat menjalankan pilar organisasi dengan baik. Ideologi KPPI adalah memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan, keadilan, kesatuan, hingga solidaritas terhadap perempuan," tegas Kanti.