Kisah Karima Ditentang jadi Mualaf: Al-Quran Ku Dirobek Ibuku
- Tangkapan layar
VIVA – Wanita asal Amerika Serikat yang memiliki nama Muslim, Karima, mengalami perjuangan berat untuk memeluk Islam. Dia dibesarkan dari keluarga yang tidak religius. Sang ibu tidak menyukai agama apa pun, sementara ayahnya atheis tulen.
Ketika beranjak remaja, tiba-tiba Karima jadi percaya pada Tuhan. Hingga suatu hari saat masih duduk di bangku SMA, dia mendapat tugas kelompok untuk mengumpulkan data tentang perayaan Idul Adha. Hal itu yang akhirnya membuat Karima jatuh cinta pada Islam.
Akhirnya, wanita 23 tahun itu berpikir untuk memeluk Islam secepatnya. Namun, dia masih ingin mempelajari semua agama dulu. Setelah mencari tahu, dia tidak mendapatkan hasil apa pun. Menurutnya, semuanya nampak seperti buatan manusia.
"Saya hanya mendengar sesuatu yang mengerikan tentang Islam. Dan saya belum pernah bertemu dengan Muslim sebelumnya. Jadi, ini kejutan. Saya berpikir untuk masuk Islam, sekarang!" tegas dia dalam video yang diunggah di Youtube Ummu TV, dikutip VIVA, Kamis 6 Januari 2022.
Suatu hari, sepulang sekolah Karima berjalan kaki sambil membaca catatan tangan kalimat terjemahan Syahadat. Dan di depan para tetangga dekat gereja Mormon, dia bersyahadat.
"Saya merasa senang dan gugup ketika bersyahadat. Karena saya tahu, saya akan diuji oleh Allah. Saya mulai belajar sholat dan serentak merasa senang mengenakan hijab. Saya punya sebuah mushaf Al-Quran dan informasi di ujung jari saya (gadget)," ungkapnya.
Ujian pertama datang dari keluarga Karima. Sang ibu yang dulu pernah mengatakan akan menghargai keputusan setiap orang dalam beragama, tidak suportif. Ibunya merobek mushaf Al-Quran milik Karima.
Tidak hanya itu, sang ayah juga mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor pada Karima, yang sebelumnya tidak biasa dilakukan terhadapnya. Sejak itu, Karima tidak sholat dalam beberapa waktu. Kalaupun hendak sholat, dia harus sembunyi-sembunyi.
"Masalahnya orangtua saya. Ibu bilang katanya mau mendukung tapi kenyataannya tidak, terutama di awal-awal. Ibu merobek Al-Quran dan ayah mengeluarkan kata-kata yang menakutkan," ucapnya.
Meski sang ibu tidak menerima Karima menjadi mualaf, namun iman masih tertancap kuat dalam diri Karima. Namun, seiring berjalannya waktu, hati sang ibu kini sudah agak melunak. Sementara sang ayah masih menentang dan tidak ada kompromi.
"Ibu saya masih tidak setuju, tapi hatinya mulai melunak seiring berjalannya waktu. Ayah masih sangat menentang. Sejujurnya, jika Allah berkehendak, ia bisa menjadi Muslim yang lebih taat daripada saya," tuturnya.
Karima mengaku, yang membuat hatinya bahagia dan damai ketika menjadi Muslim adalah, dia selalu merasa bahagia ketika dekat dengan Allah SWT melalui ibadah yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sholat sendiri adalah momen yang menyatukan begitu banyak Muslim. Bagi saya menjadi seorang Muslim adalah kodrat saya, itu ada di jiwa terdalam saya dan menyentuh atom terkecil dari tubuh saya. Saya merasa lebih damai dan tidak stres tentang hal-hal yang tidak dapat saya kendalikan," kata Karima.