Masuk Islam Dianggap Korban Cuci Otak, Bule Ini Didatangi Polisi

Bule Inggris mualaf.
Sumber :
  • YouTube Barat Bersyahadat

VIVA – James, pria asal Abu Dhabi yang menempuh pendidikan di Inggris, memeluk Islam di usia 20 tahun. Di agamanya yang dulu, James bukanlah sosok yang religius. Dia hanya sesekali ke gereja jika ada acara pemakaman atau pernikahan.

Hingga suatu hari bule tersebut bertemu dengan salah satu temannya yang Muslim. Dia melihat sang teman melakukan ibadah salat dan lain-lain, kemudian mulai bertanya tentang Islam.  

Penasaran dengan agama ini, akhirnya James mulai mencari tahu. Dia menonton video-video tentang Islam hingga satu titik dia merasa bahwa ini adalah agama yang benar dan sempurna. Namun, James masih enggan menjadi Muslim. 

Lambat laun, James mengalami banyak masalah dalam hidup, hingga ia putuskan untuk sholat dan ingin menjadi mualaf. Ketika dia mengutarakan niatnya pada kedua orangtuanya, James ditentang bahkan dianggap sebagai korban cuci otak. 

"Pihak kepolisian mendatangi saya. Polisi menganggap saya korban cuci otak. Saat itu saya masih tidur, sekitar jam 06.30-7.00 pagi. Pintu digedor lalu ada teriakan, 'Buka, ini polisi!' Pihak kepolisian lalu interogasi saya," ujarnya dalam video yang diunggah di YoutTbe Barat Bersyahadat, dikutip VIVA, Jumat, 31 Desember 2021. 

Ilustrasi Ramadhan/berdoa.

Photo :
  • Freepik/jcomp

Rupanya, yang melaporkan James ke polisi adalah sang bibi. Dia khawatir kalau James benar-benar telah menjadi korban cuci otak. 

"Polisi tadi mendatangi saya dan bicara dengan saya. Tidak lama polisi sadar bahwa tidak ada masalah dengan saya. Saya hanya memilih jalan lain dalam hidup. Pihak kepolisian pun minta maaf. Ini terjadi saat saya sedang di Inggris," ucapnya. 

"Polisi tidak berniat mengganggumu. Tapi kami sekadar menjalankan tugas, ini formalitas saja. Ini hanya tanggung jawab kami atas laporan yang masuk. Ujung-ujungnya polisi dan saya ngobrol sola bola. Polisi minta maaf lagi dan pergi," lanjut dia. 

Pria berdarah Palestina-Inggris itu akhirnya berpikir bahwa peristiwa yang dialami merupakan sebuah pertanda agar dia mengambil keputusan yang sudah lama ditunda-tunda. 

"Dua hari kemudian saya putuskan peristiwa tersebut adalah pertanda, sudah lama saya tunda-tunda. Saya putuskan mengikrarkan Syahadat dan menjadi Muslim," ungkapnya. 

Ilustrasi masjid.

Photo :
  • Freepik/wirestock

Pria 25 tahun itu mengaku, sejak pertama mengenal Islam, dia sudah menilai Islam adalah agama yang lurus. Ada kebenaran di dalamnya yang sulit dibantah. 

"Saya korek-korek jeleknya Islam tapi ternyata saya lah masalahnya. Saya hanya ketakutan. Tak ada kekurangan dengan Islam, masalahnya ada di saya. Masalahnya semata-mata saya yang hanya mencari-cari alasan. Sepertinya itu adalah hasil penundaan-penundaan saya. Ini adalah cara Allah mendorong saya untuk ambil keputusan," pungkasnya. 

Setelah memeluk Islam dan menjadi mualaf, James merasa ada sesuatu yang berbeda. Dia lebih menyadari bahwa dia sekarang mempunyai kewajiban. Dia harus menjalani sholat, berbuat baik pada orang lain, dan melakukan ibadah-ibadah lain. 

"Islam beri saya tujuan hidup, beri saya alasan untuk bangun pagi untuk bekerja keras. Islam beri ketenangan, meski hidup terasa berat. Tentu ada kekhawatiran jika menjalankan Islam di negara Barat seperti Inggris. Ada masjid sih, tapi asal pergaulan bagus maka akan mudah," ungkapnya. 

"Jika berkumpul dengan orang-orang yang tepat, kita bakal sadar, akan jadi lebih mudah jika dibandingkan hanya mengandalkan pikiran kita saja. Sesuatu yang normal saja, seperti hal lainnya. Kita cukup menjalankannya, jadi kebiasaan, begitu saja," imbuh James.