Tersentuh Alquran Mahasiswi Katolik Jadi Mualaf Meski Dijauhi Orangtua
- YouTube
VIVA – Dibesarkan secara Katolik tak membuat seorang mahasiswi untuk mencari tahu mengenai Islam dan memutuskan menjadi mualaf. Bahkan, meski kedua orangtuanya melarang dan menjauhinya, ia tetap berpegang teguh sebagai muslim.
Adalah Farrah Solano, mahasiswi jurusan Hukum yang memutuskan menjadi mualaf. Di usianya yang kini sudah 19 tahun, Solano mengaku masih mendapat 'penolakan' dari kedua orangtuanya lantaran menjadi seorang muslim.
"Ini memang bukan jalan mudah bagiku sebab keluargaku akan terus memperhatikanku. Kini keluarga tak bisa memaksaku lagi sebab di usiaku yang beranjak 20 tahun ini, kebiasaan lama di keluarga sudah sangat melekat. Jika aku melakukan hal yang bertolak belakang sama artinya aku sudah mengkhianati diri sendiri, mengkhianati keyakinan dan cita-citaku serta keinginanku untuk tunjukkan agama (Islam) ini baik adanya," ujar Solano dalam kanal Youtube Barat Bersyahadat.
Solano yang kala itu memakai jilbab biru mengaku tumbuh besar sebagai Katolik yang taat. Di dalam agama itu, Solano menuturkan ada satu prinsip yang ditanamkam sejak kanak-kanak namun tak sejalan dengannya seiring berjalannya waktu.
"Biasanya saat kanak-kanak kita mengikuti ajaran, 'Jika tidak melalui aku maka engkau masuk neraka. Dan jika menolak akan ada keburukan'. Ini mungkin hal-hal yang ketika kita kanak-kanak menjadi sesuatu yang ditakutkan jika tidak ditiru. Tapi seiring beranjak dewasa kita mulai mempertanyakan dan sadar," beber Solano.
Dari perbedaan prinsip itu, Solano mengaku mulai mencari agama lain, salah satunya Islam. Ketertarikannya pada agama Islam lantaran kakek dari sisi ayahnya keturunam Palestina, di mana negara tersebut didominasi muslim.
"Seolah aku merasakan terpanggil asal muasalku hingga membawaku ke pencarian silsilah keluarga. Kemudian lewat facebook aku mulai komunikasi dan cari orang Palestina, orang Saudi Arabia untuk bertanya apa itu Islam dan agama seperti apakah itu," imbuhnya.
Tradisi Timur Tengah memang kerap dijalani di keluarga Solano. Namun, Solano menganggap tradisi berbeda dengan agama Islam sesungguhnya sehingga ia pun mencari tahunya dengan bertanya pada teman-teman muslimnya.
"Teman-temanku ini menyarankan mencari mesjid di Kosta Rika lalu aku coba cari-cari. Tapi aku berpikir, ini negara Kristen kan? Sepertinya akan sulit mencari mesjid. Tapi teman muslimku terus menyemangati dan menganjurkan mencarinya lewat google. Akhirnya aku temukan Mesjid Omar," jelas Solano.
Perjalannya pun dimulai di sini. Saat Solano diantar ayahnya berkunjung ke Masjid Omar itu, terdapat beberapa kelas mualaf membaca syahadat dan Alquran yang membuatnya mampu mendengarkan lantunan ayat suci. Hatinya tersentuh dan merasa dirinya adalah bagian dari agama Islam.
"Dan semenjak aku mendengar lantunan ayat Alquran dan mulai membacanya, hatiku tersentuh. Sederhananya, aku cocok dengan agama ini dan merasa betah menjadi pemeluknya. Saat itu aku bersyukur sekali kepada Tuhan dan aku tak pernah melewatkan kelas-kelas di mesjid itu. Sebab bagi muslim keturunan atau mualaf belajar agama adalah kewajiban," bebernya.
Dengan hari-harinya belajar agama Islam, membulatkan tekadnya menjadi seorang muslim. Kendati begitu, kedua orangtuanya menentang dengan keras keinginan Solano bahkan tak segan menjauhinya.
"Sekitar 6-7 bulan kemudian aku memutuskan untuk berikrar ucapkan kalimat syahadat. Tapi aku mendapat penolakan dari keluarga karena memeluk agama lain dan ibuku menasehatiku 'Kamu ini pengikut Kristus! Muslim tak percaya Kristus!'," jelas Solano.
"Lalu aku bilang ke beliau, 'ibu aku tak percaya Kristus itu Tuhan. Walau aku dilahirkan di keluarga Kristen'. Dan aku bilang ke ayah juga kalau aku mau jadi mualaf. Beliau jawab tidak. Tapi aku bersikeras," terangnya lagi.
Meski mendapat penentangan, Solano tetap mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tekadnya mempelajari agama Islam juga sebagai bagian dari muslim. Diakuinya, Islam membuat ia memiliki hati yang teduh, tenang, dan damai.
"Agama Islam membuat hati menjadi tenang damai. Kenapa hati harus tenang dan damai? Sebab terkadang kita tersesat dalam hidup dan mengalami masalah tanpa tahu penyebabnya. Tapi jika kita punya Tuhan di hati kita sejatinya kita sudah punya segalanya. Kita tak perlu menderita berlarut-larut meski didera ketidakadilan sekalipun," jelasnya.
Prinsip itu yang membuat ia meneguhkan hati agar selalu taat dan patuh pada Tuhan YME serta berserah diri. Terlebih, perasaan damai itu memacunya menjadi lebih tenang meski dijauhi oleh keluarganya.
"Meski kini keluarga menjauhiku, aku bisa saja memilih terus menangis atau marah pada ayahku tapi Tuhan menganugerahi hati kita dengan cinta, kesabaran, pengertian, dan ketenangan hati," imbuhnya.
Dengan berpegang teguh pada ajaran Islam dan berpasrah pada Tuhan, Solano mengaku tak khawatir akan apapun lagi lantaran percaya takdir-Nya. Di satu sisi, Solano pun berharap agar keluarganya bisa mendapatkan hidayah agar mengenal keindahan Islam seperti dalam pandangannya.
"Kita tahu bahwa Tuhan tidak membutuhkan manusia tapi manusia lah yang sangat menbutuhkan Tuhan. Sebagai anak kita harus terus berdoa pada Tuhan YME dan maha kuasa. Jadi di satu sisi semua ini sangat indah dan di sisi lain ini juga sangat sulit. Dan islam tidak lain adalah cara hidup yang harus kita ikuti dan aku sangat bersyukur menjadi muslim," pungas Solano.