Di Balik Populernya Lomba Panjat Pinang untuk Lomba 17 Agustus
- U-Report
VIVA – Perayaan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus selalu dirayakan dengan meriah oleh masyarakat Tanah Air. Berbagai kegiatan untuk memeriahkan HUT RI sangat beragam, mulai dari pemasangan bendera merah putih disetiap rumah, memasang lampu hias di setiap jalan, dan juga berbagai perlombaan yang diadakan di setiap daerah.
Salah satu perlombaan yang paling seru yaitu panjat pinang, di mana masyarakat berlomba-lomba untuk mencapai posisi di puncak tiang tersebut yang sudah diberi hadiah-hadiah yang menarik. Lomba yang biasanya dilakukan secara berkelompok ini harus berjuang menuju ujung pohon pinang yang telah dilumuri minyak atau oli untuk mendapatkan sejumlah hadiah.
Beragam hadiah menarik seperti televisi, sepeda, hingga alat kebutuhan rumah tangga lainnya selalu menarik minat para peserta. Biasanya lomba ini untuk kaum pria saja dari berbagai usia. Namun, di masa pandemi ini memang lomba tersebut dilarang karena menimbulkan kerumunan banyak orang. Bahkan di berbagai daerah pun tidak menggelar perlombaan untuk memeriahkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Di Balik Populernya Lomba Panjat Pinang untuk Lomba 17 Agustus di Indonesia
Sejarah panjat pinang
Dikutip dari berbagai sumber, lomba panjat pinang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang disebut dengan "De Klimmast" atau memanjat tiang. Pada masa itu panjat pinang diadakan setiap tanggal 31 Agustus untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina dan tahun baru.
Tidak hanya itu saja, lomba panjat pinang ini diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan sebuah acara besar seperti hajatan, pernikahan dan lain sebagainya. Hadiah yang diperebutkan biasanya berupa bahan makanan, seperti keju, gula, serta pakaian, sebab di kalangan pribumi hadiah tersebut termasuk sangat mewah yang sulit untuk didapatkan masyarakat pribumi kala itu.
Maka tidak heran jika masyarakat pribumi akan berlomba-lomba untuk mengikuti lomba panjat pinang dengan alih ingin mengambil hadiah yang disajikan. Pada zaman tersebut, para penjajah memasang batang pohon pinang yang telah dilumuri minyak atau oli di sebuah tanah lapang untuk dipanjat masyarakat pribumi.
Saat bersusah payah memanjat pohon pinang, untuk mengambil hadiah, para orang Belanda menontonnya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tak heran jika, banyak masyarakat yang menentang adanya perlombaan panjat pinang. Hal ini lantaran adanya kenangan buruk di masa lalu yang diterima masyarakat Indonesia kala itu. Meski demikian, sejumlah masyarakat masih ada yang melakukan lomba ini lantaran sebagian masyarakat menilai bahwa ada nilai luhur yang terdapat dalam lomba panjat pinang ini, seperti kerja keras, pantang menyerah dan kerja sama.
Ditentang di Indonesia
Meskipun menarik masyarakat, namun ternyata panjat pinang yang memiliki sejarah panjang tersebut pernah ditentang dilakukan di Indonesia. Pelarangan pelaksanaan lomba panjat pinang tersebut dilarang oleh Walikota Langsa, Aceh, pada tahun 2019. Dikutip dari beberapa sumber, Usman Abdullah selaku Walikota Langsa melarang pelaksanaan lomba panjat pinang karena merupakan warisan penjajah Belanda.
Alasan larangan pelaksanaan panjat pinang tersebut karena Pemerintah Kolonial Belanda menjadikannya sebuah hiburan dengan memerintahkan pribumi untuk menggelar perlombaan tersebut. Panjat pinang ini populer di Indonesia pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, tepatnya pada abad ke-18. Kala itu, panjat pinang pertama kali dibawa oleh imigran Amerika dan Indian yang masuk ke Indonesia.
Berasal dari China
Meski populer pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, panjat pinang ternyata bukan berasal dari Belanda melainkan dari Tiongkok. Dikutip dari web.budaya-tionghoa.net, panjat pinang rupanya sudah lama populer di Tiongkok, tepatnya pada Era Dinasti Ming sekitar tahun 1368 hingga 1644 Masehi. Di Tiongkok, panjat pinang dikenal dengan nama qiang-gu. Sementara itu, di Eropa, panjat pinang dikenal dengan nama greasy pole.