5 Bahaya Timbunan Sampah di Musim Hujan yang Perlu Diwaspadai
- VIVA/Andrew Tito
VIVA – Sebanyak 50,8 persen rumah tangga di DKI Jakarta tercatat tidak memilah sampah. Angka ini menunjukkan kesadaran masyarakat untuk kelola sampah masih rendah, sehingga butuh banyak pihak untuk dapat mengatasi hal ini.
Data tersebut berasal dari survei kesadaran manajemen sampah Waste4Change 2019 yang melibatkan 429 responden di DKI dan sekitarnya. Selain itu, ada sekitar 49,2 persen rumah tangga yang baru mulai memilah sampah secara mandiri. Seperti apa fakta timbunan sampah di Indonesia saat ini? Berikut faktanya.
Jutaan ton sampah di Indonesia
Bahkan, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Februari 2019 menunjukkan saat ini Indonesia menghasilkan 64 juta ton timbunan sampah setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen diangkut dan ditimbun ke tempat pembuangan akhir (TPA), 10 persen didaur ulang, sedangkan 30 persen sisanya tidak terkelola dan mencemari lingkungan.
"Pemerintah mendorong upaya edukasi serta sosialisasi ke berbagai pihak agar dapat mewujudkan pengelolaan sampah yang lebih mandiri dan bertanggung jawab. Sayangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah mandiri masih rendah,” kata Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar, dalam konferensi pers virtual Waste4Change Appreciation Day, beberapa waktu lalu.
Pengelolaan sampah
Melihat hal ini, Novrizal menuturkan bahwa perlunya kerja sama berbagai pihak dalam mengatasi pengelolaan sampah agar tak mencemari lingkungan. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki target kapasitas pengelolaan sampah mencapai 100 persen, sementara persentase pemilahan sampah oleh masyarakat dapat mencapai 50 persen pada 2025.
"Sampah plastik dan kertas, sejauh ini (pengolahan) bahan baku ini 80 persen dari sektor informal atau pemulung," tutur Novrizal.
Sementara itu, solusi baru untuk pengelolaan sampah terus diberikan oleh pihak Waste4Change yang berdiri sejak 2014 lalu. Tercatat, Waste4Change telah melayani 48 area komersial dan 2 perumahan dengan lebih dari 2.060 pelanggan dan telah berhasil mengelola lebih dari 5.405 ton sampah di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
Pencapaian ini diharapkan dapat membantu Indonesia dalam mendorong terciptanya sistem pengelolaan sampah yang lebih efisien sehingga mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA dan lingkungan.
"Kami percaya dukungan kolaborasi dari swasta, pemerintah dan masyarakat sebagai kunci utama dalam mewujudkan ekonomi sirkuler dan zero-waste di Indonesia,” ujar Managing Director Waste4Change Mohamad Bijaksana Junerosano.
Bahaya timbunan sampah
1. Bakteri, serangga, dan hama tumbuh subur dari sampah
Tempat sampah yang melimpah merupakan tempat berkembang biak yang ideal bagi bakteri, serangga, dan hama. Lalat yang mengunjungi sampah juga merupakan lalat yang sama yang berkeliaran di sekitar prasmanan makan siang Anda dan menjatuhkan keturunannya di piring Anda.
Dengan melakukannya, mereka meningkatkan risiko Anda tertular salmonella, yang menyebabkan demam tifoid, keracunan makanan, demam enterik, gastroenteritis, dan penyakit besar lainnya. Selain lalat, hewan lain yang tumbuh subur dari sampah di dalam dan sekitar wadah antara lain tikus, rubah, dan anjing liar.
2. Limbah yang melimpah menyebabkan polusi udara dan penyakit pernapasan
Salah satu akibat dari sampah yang melimpah adalah pencemaran udara, yang menyebabkan berbagai penyakit pernapasan dan dampak buruk lainnya bagi kesehatan karena kontaminan diserap dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya.
Zat beracun di udara yang tercemar oleh limbah termasuk karbon dioksida, dinitrogen oksida, dan metana. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengidentifikasi udara yang tercemar terutama melalui bau yang tidak sedap, yang biasanya disebabkan oleh pembusukan dan limbah cair.
3. Sampah mencemari air permukaan, yang memengaruhi semua ekosistem
Sampah dan limbah cair yang berakhir di badan air secara negatif mengubah komposisi kimiawi air. Secara teknis, jenis pencemaran ini disebut pencemaran air.
Ini memengaruhi semua ekosistem yang ada di air, termasuk ikan dan hewan lain yang meminum air yang tercemar. Barang limbah rumah tangga yang berbahaya seperti baterai, peralatan komputer, dan sisa cat bisa sangat berbahaya bagi air permukaan.
4. Penanganan langsung limbah yang meluap dapat menimbulkan risiko kesehatan
Bagi staf pengumpulan sampah, risiko mengambil dan menangani sampah yang meluap meliputi infeksi, penyakit kronis, dan kecelakaan.
Kontak langsung dengan limbah dapat mengakibatkan infeksi kulit dan darah melalui luka yang terinfeksi, berbagai penyakit akibat gigitan hewan yang memakan limbah, dan infeksi usus yang ditularkan oleh lalat yang memakan limbah tersebut. Memungut sampah yang melimpah juga berisiko karena benda tajam, jarum suntik, dan berpotensi limbah berbahaya.
5. Pengendalian limbah yang tidak efisien berdampak buruk bagi kesejahteraan kota
Selain menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan lingkungan, sampah yang melimpah merupakan gangguan publik dan merusak pemandangan.
Semua orang ingin tinggal dan mengunjungi tempat-tempat yang segar, bersih, dan sehat. Kota yang bau dengan sanitasi yang buruk dan sampah di mana-mana tidak menarik orang atau turis, apalagi investasi. Kota terus kehilangan uang, dan mereka juga kehilangan pendapatan dan peluang kerja yang berasal dari pengendalian limbah dan daur ulang yang tepat.