Payung Nina, Buku Anak Karya Penulis Indonesia Terbit di 3 Negara

Wahyu Kuncoro penulis buku Payung Nina
Sumber :
  • VIVA/Bobby Andalan (Bali)

VIVA – Karya-karya penulis Indonesia terus mendapat tempat di hati para pembaca. Tak hanya dari dalam negeri, karya penulis Indonesia mendapat apresiasi di berbagai negara. Salah satunya adalah buku berjudul 'Payung Nina' karya Wahyu Kuncoro.

Buku anak-anak itu berkisah tentang Nina yang kehilangan payungnya. Payung warna-warni milik Nina yang terbang tertiup angin ditemukan oleh seorang anak laki-laki.

Namun, Nina tak mengambil payung miliknya meski tahu payung tersebut ditemukan oleh temannya.

"Nina mengikhlaskan payungnya. Pesan dari buku ini berbagi kebahagiaan pada orang lain. Ketika kita memiliki sesuatu yang disukai tapi harus diberikan kepada orang lain, kita harus berbaginya," kata Wahyu, Selasa 19 November 2019.

Cerita Nina, Wahyu melanjutkan, terinspirasi ketika ia menjadi tenaga pengajar di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Satu ketika, hujan turun amat deras.

"Seorang murid perempuan rela berbagi payung dengan empat temannya agar tak kehujanan. Dari sana saya mendapat inspirasi," tuturnya. 

Sementara nama Nina sendiri diambil dari nama adik perempuan Wahyu. Nama Nina, katanya, adalah nama universal yang dijadikan tokoh utama di buku cerita anak-anak karya perdananya ini.

Winda Susilo dari penerbit Clavis Indonesia menjelaskan, buku ini diterbitkan di tiga negara yakni Indonesia, China dan Belanda. Clavis Indonesia merupakan penerbit dengan penjualan yang menjangkau 50 negara. 

"Jadi, buku Payung Nina ini diterjemahkan sesuai bahasa di negara masing-masing. Buku ini 24 halaman dan kami cetak sebanyak tiga ribu eksemplar," tuturnya.

Clavis memiliki perhatian terhadap buku-buku anak usia 0-16 tahun. Cerita yang diterbitkan bisa berupa novel detektif, hewan atau cerita sehari-hsri anak yang berlaku umum di seluruh dunia. 

Jika Anda berminat mengirimkan karya, Clavis memberikan sedikit kriterianya.

"Konsepnya sederhana berangkat dari perspektif anak. Ketika anak punya masalah pasti punya cara sendiri menyelesaikannya. Kami memiliki style sendiri. Tokohnya harus satu dan tidak seperti karakter Disneyland atau sejenisnya," tutur dia.