Death Metal, Aliran Musik yang Ciptakan Rasa Gembira dan Pemberdayaan
- dw
Ingin merasa gembira? Cobalah dengarkan musik death metal. Itulah kesimpulan diskusi DW dengan pakar yang melakukan studi mengenai aliran musik tersebut. Namun, hal itu hanya berlaku untuk para penggemar death metal.
Tim DW memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan Bill Thompson, seorang pakar di bidang persepsi musik dan kognisi. Death metal adalah sebuah subgenre heavy metal, yang identik dengan tema kematian dan penyiksaan. Lirik-lirik lagu tersebut biasanya bersifat masokis, sedih dan brutal. Namun, studi Thompson menunjukkan bahwa pecinta aliran musik death metal merasakan pemberdayaan, kegembiraan dan kedamaian.
Thompson meneliti apakah orang-orang yang mendengarkan musik dengan tema kasar dan lirik agresif dalam jangka panjang bisa terpengaruh dan menujukkan perubahan terhadap gambaran kekerasan. Tetapi hasil riset menunjukkan bahwa pecinta death metal, termasuk death metal yang memiliki tema kekerasan, cenderung merasakan pemberdayaan, kegembiraan, transendensi dan kedamaian saat mendengarkan lagu-lagu tersebut.
Menurutnya, mereka tidak terpaku dengan lirik-lirik yang misoginis dan terkait dengan kekerasan. Mereka tidak memroses lirik tersebut dalam konteks linguistik, melainkan secara emosional, yang bisa membangkitkan energi dan rasa pemberdayaan mereka.
Lalu bagaimana dengan gambaran kekerasan? Thompson menguji hal tersebut dengan teknik ‚binocular rivalry‘, dimana peserta studi dihadapkan dengan dua buah gambar, satu gambar di depan masing-masing mata. Otak tidak akan bisa memroses kedua gambar tersebut dalam waktu yang bersamaan. Tanpa disadari, orang akan menangkap satu gambar pada satu waktu dan kemudian berganti ke gambar berikutnya.
Hal ini membuktikan bahwa otak kita cenderung memroses hanya satu gambar tertentu. Beberapa orang akan memroses gambar kekerasan terlebih dahulu, karena kekerasaan adalah bentuk ancaman biologis. Otak kita akan dengan sendirinya memperhatikan ancaman tersebut.
Jika ada perubahan bertahap pada gambaran para fans musik kekerasan, maka akan ditemukan bias lebih kuat terkait pengolahan citra kekerasan dibanding citra non-kekerasan. Namun ternyata, biasnya sama saja, baik bagi para fans dan non-fans musik kekerasan. Mereka sama-sama memiliki empati. Mereka juga sensitif terhadap gambaran kekerasan. Mereka pun peduli terhadap kekerasan di luar konteks musikal.
Pandangan non-fans death metal terhadap aliran musik death metal
Memang ada perbedaan besar antara fans dan non fans. Tentu saja itu bukanlah hal yang mengejutkan. Mereka yang bukan fans death metal merasakan amarah dan ketakutan saat mendengarkan musik tersebut, sedangkan para fans merasakan pemberdayaan, kegembiraan, transendensi dan bahkan kedamaian.
Menariknya, walau terdengar agresif, para pecinta musik ini tidak merasakan amarah. Tempo yang cepat dan intensitas yang tinggi bisa mengintimidasi mereka yang tidak suka death metal. Sedangkan kelompok fans hanya mengambil kualitas positif musik ini dan memrosesnya sebagai bentuk pemberdayaan.
Bagaimana fans melakukan hal tersebut?
Fans death metal mengatakan bahwa mendengarkan musik tersebut membuat mereka ,merasa nyaman.
Ini menandakan bahwa mereka menggunakan musik untuk mengendalikan emosi mereka. Hal ini memang tidak asing bagi manusia. Saat putus cinta, kita mendengarkan musik sedih, karena kita bisa merasakan kesedihan sang penyanyi.
Kita merasa tidak kesepian dan mungkin kesedihan itu juga sebenarnya didampingi dengan perasaan positif seperti kekaguman dan nostalgia. Jadi, mendengarkan musik yang menyedihkan atau agresif belum tentu akan membuat kita merasakan perasaan negatif.
Sama halnya dengan seseorang yang ingin meredakan emosinya. Terkadang mendengarkan musik yang menggambarkan amarah atau perasaan lainnya dapat membantu sang pendengar agar tidak merasa sendiri.
Orang-orang menggunakan musik untuk mengendalikan perasaan mereka. Mereka menggunakannya sebagai hiburan. Mereka juga menggunakannya untuk meningkatkan energi mereka, atau hanya sebagai selingan untuk membuang perasaan negatif.
Terlebih lagi, mereka menggunakan musik untuk mengubah emosi dan sebagai sumber kenyamanan. Musik dapat digunakan dalam berbagai cara untuk mengendalikan perasaan seseorang, dan mendengarkan musik agresif bukanlah suatu pengecualian.
Bagaimana studi ini membantu pemahaman kita mengenai dampak musik terhadap diri kita?
Thompson mengatakan bahwa minatnya dalam studi ini timbul dari ketertarikannya yang sudah lama terhadap efek emosional musik dan fungsi musik untuk memperkaya hidup kita, serta memahami diri sendiri sebagai manusia dan memperkuat identitas kita.
Riset ini menunjukkan bahwa pecinta musik death metal dapat mengubah apa yang tampak seperti keagresifan dan kekerasan menjadi sebuah motivasi yang menghasilkan energi positif dan dapat mendukung kesejahteraan. Bagi Thompson, itu adalah sesuatu yang sangat menarik.
Tidak hanya musik gembira yang bisa membuat orang-orang merasa gembira, tetapi semua jenis musik. Hal itu didasari oleh kompleksitas kita sebagai manusia. Otak kita memiliki fitur beragam. Semua tergantung diri kita masing-masing, keadaan kita yang unik dan jenis musik apa yang akan menyediakan kita pengalaman yang kita inginkan dan keuntungan psikososial.
Bill Thompson adalah profesor psikologi di Universitas Macquarie, Sydney, Australia dan juga direktur 'Music, Sound and Performance Lab' universitas tersebut. Dari tahun 2016 sampai 2018, ia adalah ketua dari 'Australian Music Psychology Society' (Perkumpulan Psikologi Musik Australia). Bidang keahliannya meliputi persepsi musik dan kognisi. (va/hp)