Peneliti Muda Indonesia Menelisik Fenomena Biologis di Balik Jam Tidur
- dw
Dua tahun sudah Arunya Rizki Widini Girinda atau yang akrab dipanggil Kiki menginjakkan kakinya di Berlin, Jerman. Motivasi untuk menelaah lebih jauh tentang dunia biomolekuler membawanya menempuh studi lanjut di Freie Universitat (FU) Berlin jurusan Biokimia. Program Internasional serta modul yang komprehensif jadi alasan Kiki memilih FU Berlin.
Berawal dari magang sebagai asisten peneliti di Charite Universitatsmedizin Berlin, salah satu rumah sakit universitas terbesar di Eropa, Kiki pun mendapat tawaran proyek penelitian pada Laboratorium Kronobiologi.
Kiki lebih lanjut meneliti tentang Circadian Rhytm atau Ritme Sirkadian, jam biologis mamalia dalam satu hari. Beberapa faktor menyebabkan perbedaan jam biologis pada makhluk hidup. Simak perbincangan DW lebih lanjut dengan Kiki tentang penelitiannya.
Deutsche Welle: Apa yang membuat Kiki tertarik meneliti Circadian Rhytm?
Kiki: Saat studi master Biokimia di Freie Universitat Berlin, dari salah satu pengajar, saya pun mengenal Kronobiologi. Intinya adalah setiap organisme atau makhluk hidup di bumi ini punya biological clock atau waktu biologis. Untuk apa? Untuk beradaptasi dengan kehidupan.
Contoh saja belalang, walau sangat berbeda dengan kita, dia juga punya waktu biologis. Kapan harus tidur, kapan makan, hingga kapan waktu melawan atau melindungi diri dari pemangsa. Ini diperlukan untuk beradaptasi. Untuk saya pribadi, penelitian Kronobiologi ini sangat menarik. Bisa dipakai untuk mengetahui bagaimana mekanisme molekuler bekerja di dalam tubuh hingga akhirnya jadi pola hidup.
Untuk manusia, jam biologis ini diatur oleh sel-sel kita dari otak ke organ lain. Sel ini yang kemudian mengatur kapan harus tidur, kapan harus makan, kapan kita olahraga, secara biologi semua ada mekanismenya.
Bagaimana penelitian Ritme Sirkadian dilakukan?
Di dalam sel ada organel seperti Nukleus dan Sitoplasma yang penting untuk fenomena genetika, dimana DNA diubah ke RNA kemudian mengekspresikan protein dengan fungsi spesifik.
Protein inilah yang saya teliti lebih dalam, karena Ritme Sirkadian dasarnya adalah translasi genetik lewat ekspresi protein. Ada beberapa protein utama dalam Ritme Sirkadian seperti Bmal, Clock, Chryptochrom, dan Per.
Protein Bmal dan Clock(Clk) disebut juga transcription factor protein, dimana saat keduanya berinteraksi dalam promotor ia akan mulai mengekspresikan protein lain seperti protein Chryotochrom(Cry) dan Per. Nah selanjutnya level protein Cry dan Per yang semakin tinggi akan menghambat faktor transkripsi Bmal dan Clk, yang kemudian lama kelamaan akan juga menghentikan Cry dan Per itu sendiri. Fenomena ini disebut juga Transcription-Translational Feedback Loop yang nampak dalam siklus 24 jam sehingga dinamakan Circadian atau about a day (dalam satu hari).
Aktivasi dan deaktivasi protein inilah yang jadi sinyal penanda di mana seseorang seharusnya tidur atau makan atau melakukan aktivitas lainnya. Ini semua terjadi dalam waktu 24 jam.
Penelitian saya fokus di protein Cryptochrome1 atau Cry1. Pola Cry1 bisa diobservasi dalam satu hari. Dalam dunia kronobiologi, kita berangkat dari sel. Nah untuk melihat ekspresi protein dalam sel, kita buat cloning atau rekayasa genetika.
Kami merekayasa gen dari Cry1 dan menambahkan fitur buatan kepadanya jadi fungsi selnya bisa kita manfaatkan. Dalam kasus ini kita hubungkan Cry1 dengan enzim Luciferase. Luciferase dapat mencerna substratnya yakni Luciferin dan memancarkan sinyal dengan pendar cahaya (bioluminesensi). Dari pendar cahaya ini kita bisa memonitor ekspresi protein Cry1 dalam sel. Ekspresi Cry1 dalam 24 jam bisa fluktuatif.
Lantas jam biologis semata-mata dibedakan oleh faktor protein dalam gen atau ada faktor eksternal lain yang mempengaruhi?
Dari yang saya pelajari, jam biologis seseorang bisa berbeda dari faktor genetika. Jika seorang ibu punya mutasi gen dari perubahan pola tidur, ini bisa terbawa pada anak- anaknya.
Faktor eksternal juga punya pengaruh, walau tak sekuat faktor internal. Faktor eksternal ini apa saja? Yang dominan adalah cahaya dan temperatur (suhu).
Bekerja di kondisi gelap terus menerus atau di tempat terang juga mempengaruhi Ritme Sirkadian. Ritme ini bekerja dengan hierarki dan proses. Jadi saat mata menangkap cahaya atau gelap, ia akan mengirim informasi ini ke Superchaimatic Nucleus (SCN) di Hipotalamus otak kita yang merupakan central clock yang juga menjalankan Ritme Sirkadian. SCN pun kemudian memberikan informasi ke sel-sel di organ lain tubuh.
SCN juga mengontrol Melatonin, hormon yang membantu kita tidur. Melatonin terekspresi ketika gelap atau malam. Siang hari level Melatonin rendah, memberi tahu otak kita bahwa ini waktunya bangun.
Selain itu, suhu tubuh kita berubah-ubah sepanjang hari. Lebih rendah diawal hari dan terus meningkat. Saat malam tiba, suhu tubuh kita kembali menurun memicu kita untuk istirahat dan tidur. Suhu tubuh sering dipengaruhi faktor eksternal, contohnya perbedaan musim. Sangat terasa perbedaannya saat tinggal Jerman dengan di Indonesia. Perbedaan suhu di tiap musim membuat membuat tubuh kita terus beradaptasi. Di Indonesia suhu relatif konstan sepanjang tahun. Ini akan memberikan efek berbeda terhadap individu yang tinggal di negara beda dengan musim berbeda.
Faktor eksternal lain yang bisa mengubah Ritme Sirkadian kita adalah shift kerja malam atau Jetlag. Tubuh kita itu luar biasa adaptif, tapi harus segera dikembalikan ke jam normal ya, jangan terus menerus berubah-ubah ritme.
Apa yang ingin Kiki capai dari penelitian tentang Circadian Rhytm yang fokus pada protein Cry1?
Mutasi pada protein Cry1 berasosiasi dengan sleep disorder atau sleep desease. Contoh nya FASPS (Familial Advance Sleeping Phase Syndrome) dimana individu yang menderita sindrom ini memiliki kebiasaan tidur sangat awal dan juga bangun sangat awal. Penyakit ini pun bisa ‘diwariskan’, dari orang tua ke anak. Inilah pentingnya mempelajari karakter apa saja yang dimiliki Cry1 di dalam sel yang mempengaruhi jam biologis kita.
Sudah banyak upaya oleh peneliti untuk membuat sel yang mengekspresikan protein Sirkadian dengan marker tertentu. Namun yang berbeda disini adalah kami membuat rekayasa genetik dari sel manusia dengan CRISPR/cas9 sehingga sel pun dapat mengekspresikan Cry1 dengan Luciferase secara stabil. Kestabilan inilah yang kami cari.
Saya berharap lewat penelitian ini, ilmuan lain dapat mendapatkan informasi yang lebih detail tentang karakter dan kestabilan protein Cry1 di sel manusia. Jadi mereka bisa memanfaatkan hasil penelitian ini untuk menyelesaikan masalah atau gangguan tidur.
Apa seseorang dengan jam tidur yang terlalu larut itu berbahaya? Apa yang bisa dilakukan untuk menyeimbangkan kesehatan mereka?
Sebenarnya saat jam tidur berubah, kita kurang merasakan perubahannya secara langsung. Walau dalam level molekular sel itu sudah menunjukkan abnormalitas. Badan kita memang bisa beradaptasi dengan pola tidur yang berubah.
Namun, jika jam tidur kita ubah terus secara akut misalkan satu hari tidur larut, hari lain tidur awal, ini akan merusak fungsi sel. Ini berbahaya terutama di metabolisme kita. Akibatnya, lemak tubuh yang tidak terbakar dengan baik, liver bermasalah, dan lainnya.
Contohnya saat kita merubah jam tidur dan jadi sering begadang. Jika kita lakukan secara konstan itu tidak apa-apa tetapi kita harus siap dengan nutrisi yang seimbang. Hindari fastfood.
Apa rencana Kiki setelah menyelesaikan penelitian ini?
Jika sudah lulus master insya Allah saya ingin mencari beasiswa untuk melanjutkan studi ke program doktoral atau bekerja di industri farmasi di Jerman.
Aruna Rizki Widini Girinda adalah peneliti muda kelahiran Bogor. Setelah menyelesaikan penelitian akhir tentang “Analisis Latar Belakang Genetika Galur- Galur Harapan Padi Ciherang Aromatik (BC5F6)” di Institut Pertanian Bogor jurusan biokimia, ia melanjutkan studi master Biokimia di Freie Universität Berlin. Selain studi ia kini aktif bekerja sebagai asisten peneliti Laboratorium Kronobiologi di Charité Universitätsmedizin Berlin.