Kisah Pria Gemuk Tak Makan Selama 382 Hari Demi Body Ideal

Angus Barbieri
Sumber :
  • Facebook

VIVA – Ramadan sebentar lagi dan umat Muslim di seluruh dunia akan melakukan puasa selama sebulan penuh. Umat Muslim sudah terbiasa melakukan ibadah ini lantaran rutin dilaksanakan saban tahun.

Ternyata ada orang yang bisa tidak makan selama lebih dari satu tahun. Sebuah studi kasus yang diterbitkan di Postgraduate Medical Journal pada 1973 mendokumentasikan kisah menakjubkan seorang pria asal Skotlandia ‘berpuasa’ dalam waktu lama.

Dikutip dari Oddity Central, pria dengan tubuh terlalu gemuk berusia 27 tahun itu berhenti makan selama 382 hari setelah putus asa mengurangi bobot tubuhnya. Pria bernama Angus Barbieri itu berhasil mengurangi berat tubuhnya dari 209 kilogram (kg) menjadi 81 kg dan tetap sehat.   

Menurut dokter di University of Dundee School of Medicine, berat badan Angus tetap stabil di angka 88 kg lima tahun setelah menjalani puasa panjang.

“Beberapa tahun yang lalu seorang pemuda yang terlalu gemuk minta bantuan. Awalnya tidak ada niat untuk melakukan puasa panjang, tapi karena dia beradaptasi dengan baik dan bersemangat untuk mencapai berat badan ideal, puasanya dilanjutkan dan tercatat sebagai puasa terpanjang oleh Guinness Book of Records tahun 1971,” tulis dokter dalam jurnal tersebut.

Angus tidak mengonsumsi makanan padat. Dia bertahan dengan energi dari simpanan lemak di tubuhnya, serta kalium, natrium, dan ragi. Namun akibatnya, dia jarang buang air besar, hanya setiap 37 hingga 48 hari.

Untuk menjaga kesehatannya, Angus rutin melakukan cek darah dan urine ke rumah sakit. Dokter akan memantau kesehatannya dan memberikan supleman serta memperbaiki kekurangan gizi jika diperlukan. Hal itu membuat Angus dalam kesehatan yang baik.

“Meskipun dia mengalami hipoglikemia (gula darah rendah), pasien tetap dalam kondisi baik dan normal,” tulis jurnal tersebut.

Jadi kenapa Angus bisa bertahan tanpa makan dalam waktu lama dan kondisinya tetap sehat? Pada tahun 2012, peneliti dari Australia, Dr Karl Kruszelnick menjelaskan kasus tersebut. Pada dasarnya, Angus mampu bertahan karena lemak dalam tubuhnya.

“Setelah dua atau tiga hari puasa, sebagian besar energi Anda berasal dari lemak,” tulis Kruszelnick.

Dia menjelaskan, molekul-molekul lemak terurai menjadi dua bahan kimia, yakni gliserol yang dapat dikonversi menjadi glukosa dan asam lemak bebas yang dapat dikonversi menjadi keton. Nah tubuh, termasuk otak dapat berfungsi karena adanya glukosa dan keton sampai tubuh kehabisan lemak.

Sementara menurut laporan Chicago Tribune, saat Angus akhirnya berhenti puasa setelah 382 hari, dia lupa rasanya makanan. Saat makan telur rebus dengan sepotong roti dan olesan mentega, dia mengaku menikmatinya dan kekenyangan.

Namun puasa ekstrem ini tidak direkomendasikan karena bisa menyebabkan komplikasi hingga kematian. Saat ini, puasa dalam jangka panjang hanya direkomendasikan sebagai bagian perawatan dengan pengawasan dokter dan hanya untuk pasien yang memenuhi kriteria medis. (ldp)