Begini Proses Metamorfosis dari Kepompong Jadi Benang Sutera
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Seorang wanita berjilbab duduk di atas kursi plastik tanpa penyandar di sebuah stan pameran produk olah hasil alam di kawasan Bumi Perkemahan Claket, Taman Hutan Rakyat Raden Soerjo, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Kedua tangannya lincah mengurai serat-serat dari kepompong putih.
Sementara di depannya, alat pemintal sederhana dari kayu berputar-putar menata tali kecil atau benang. Wanita berjilbab merah muda itu adalah pegawai bagian pemintal benang sutra di Koperasi Kupu Sutra berbasis di Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Hari itu, dia memamerkan cara mengurai serat sutera hingga jadi benang kepada pengunjung yang melihat-lihat di area acara Hari Bhakti Rimbawan di Tahura Radeng Soerjo. “Ini namanya sutra eri, koperasi kami satu-satunya di Indonesia yang produksi,” klaim Suwardi, Pengawas Koperasi Kupu Sutra kepada VIVA.
Di dekat wanita berjilbab itu, sebuah meja panjang berdiri. Di atasnya, tiga tampah anyaman bambu tergeletak berjejer. Di permukaan tampah, puluhan ulat bergerak-gerak di atas alas daun jarak. Masing-masing tampah berisi ulat dengan ukuran dan usia berbeda.
Warna kulit ulat beragam, ada yang hijau muda, kuning muda, dan putih. Yang sama hanya pada bintik-bintik hitam kecil memenuhi tubuh ulat itu.
Di meja yang sama, butiran telur ulat berada di atas daun jarak. Di dinding, sekitar 10 kupu-kupu berwarna cokelat tergantung serupa hiasan. Di meja lain, tiga tampah tergeletak di sebuah meja berisi tumpukan kepompong berwarna putih.
“Telur (sutra) itu kami bawa langsung dari Taiwan,” ujar Suwardi.
Dia memaparkan, Koperasi Kupu Sutra bergiat di bidang budidaya ulat sutra sejak tiga tahun lalu. Peternaknya warga sekitar koperasi, kini berjumlah sekitar 300 orang.
Koperasi hanya menerima kepompong dari peternak kemudian dipintal secara manual menjadi benang. Setelah itu, koperasi menjualnya kepada beberapa perusahaan tekstil mitra.
Koperasi, papar Suwardi, menyediakan telur sutra eri kepada peternak. Setelah menetas, 18 hari kemudian berproses jadi kepompong.
"Telur menetas dari kami, ketika menetas terus kemudian diberi (alas) daun jarak di tampah. Siklusnya, setelah menetas, dua hari dia (bayi ulat) sudah mulai makan (daun jarak), satu hari tidak," katanya.
Siklus itu berjalan hingga keempat. Setelah itu, tutur Suwardi, ulat sutra eri mulai besar dan membutuhkan daun jarak lebih banyak.
"Ulat besar di hari ke-16. Setelah itu empat hari enggak makan kemudian jadi kepompong. Ketika jadi kepompong, wajib bagi peternak untuk menyetor kepada kami (koperasi)," ucapnya.
Koperasi membeli kepompong dari peternak seharga Rp20 ribu per kilogram (kg). Di koperasi, kepompong tersebut kemudian dipintal secara konvensional menjadi benang. Nah, benang-benang itulah yang dijual koperasi kepada perusahaan mitra.
"Sementara ini perusahaan mitra kami masih dalam negeri," ujar dia.