Upaya Jadikan Wayang Dikenal Milenial, Bukan Cuma untuk Nostalgia
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA – Hari Wayang Nasional (HNW) pada 7 November telah disahkan Presiden Joko Widodo pada 17 Desember 2018 lalu. Penetapan tersebut merupakan momentum penting peneguhan wayang sebagai sumber nilai dan identitas jati diri bangsa di tengah derasnya berbagai produk kebudayaan yang masuk dari luar.
Ketua Umum Sekretariat Nasional Wayang Indonesia (Senawangi) Suparmin Sunjoyo menginginkan wayang menjadi tuan rumah di Indonesia. "Kita ingin wayang bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Hari besar pewayangan itu bisa menjadi momentum pengembangan pewayangan," katanya dalam Rakor Organisasi Pewayangan Indonesia di Gedung Pewayangan Kautaman, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa 19 Februari 2019.
Melalui Rakor yang dihadiri pimpinan dan pengurus Sena Wangi, Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi), ASEAN Puppetry Association (APA), Union Internationale de la Marionnette (Unima) Indonesia, Persatuan Wayang Orang Indonesia (Pewangi), lembaga pemerintah, sanggar-sanggar dan komunitas wayang lainnya ini untuk membahas pengembangan pewayangan Indonesia dengan menggerakkan berbagai kegiatan pewayangan secara nasional dan serentak di seluruh Indonesia.
"Pemerintah sudah menetapkan Hari Wayang, ini tugasnya komunitas setelah ditetapkan mau ngapain. Perkara aksinya seperti apa, kalau kawan-kawan sudah membuat tentunya dilakukan bersama pemerintah. Selain membangun karakter, membangun penonton harus dari bawah, bukan hanya untuk nostalgia," tutur Restu Gunawan, Direktur Kesenian Kemendikbud RI.
Bicara tentang membangun penonton dari bawah dan bukan sekadar nostalgia seperti disampaikan Restu, tengah menjadi tantangan penggiat seni pewayangan. Bagaimana mereka bisa menggaet generasi milenial yang cenderung menyukai hal instan, dan rasional. Beberapa upaya yang dilakukan adalah dengan menggelar wayang berdurasi singkat tanpa menghilangkan pesan moral, serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti milenial.
"Yang mau dijual wayang untuk generasi milenial supaya nilai moral, gotong royong, egaliter masuk dalam jati diri bangsa. Wayang juga menjadi sumber nilai, bayangkan nilai tertinggi manusia bila dia bisa memaafkan, wayang harus ditransformasi ke sana. Simbol bahasa yang dimengerti," kata Y. Soedarko Prawiroyudho, pakar dan pengamat wayang dunia.
Untuk menarik minat generasi milenial, pengembangan ke depan juga bisa diarahkan agar wayang menjadi fondasi dari produk seni kreatif yang tengah digandrungi seperti film, animasi, musik, fesyen, game applikasi, karya desain grafis, dan sebagainya.
"Melalui momentum HWN, wayang harus bisa merasuk ke masyarakat. Bisa melalui film, misalnya cerita Mahabarata dijadikan film cerita berseri atau tokoh-tokoh pewayangan dijadikan inspirasi dalam karya fesyen. Minimal anak muda bisa mengenal karakter dalam pewayangan," ucap Ketua Bidang Humas dan Kemitraan Senawangi Eny Sulistyowati. (nsa)