Begini Sejarah Lahirnya Tradisi Potong Rambut di Indonesia
- Instagram Chief Company
VIVA – Sebelum barbershop dengan konsep modern menjamur, selama ini tempat memangkas rambut, khususnya bagi para pria, selalu diidentikkan dengan Garut. Tengok saja tempat-tempat memangkas rambut di beberapa sudut wilayah Indonesia, pasti banyak sekali yang menyematkan kata 'Asgar' atau asli Garut.
Tapi, tak banyak yang tahu bahwa sejarah munculnya tradisi pangkas rambut Indonesia bukan hanya dari Garut, tapi juga dari wilayah Sumatera atau Minangkabau. Dari Sumatera, bergeser ke arah timur Indonesia, Madura juga terdapat penyebaran pangkas rambut. Selain itu, ada juga beberapa penyebaran pada etnis Tionghoa.
"Bukan salah kaprah, mungkin kurang informasi bahwa dalam sejarah ada etnis ini yang merupakan pelopor dunia barbershop Indonesia," ujar Founder dan Director Chief Company Fatsi Anzani saat peluncuran buku Peradaban Rambut Nusantara di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin 18 Februari 2019.
Fatsi bersama Oky Andries melakukan perjalanan ke berbagai wilayah di Indonesia untuk mencatat perjalanan sejarah pangkas rambut di Indonesia. Mereka menemukan bahwa terdapat pola serupa di antara keempat wilayah itu dalam terbentuknya budaya pangkas rambut.
Fatsi menuturkan, di Madura pada tahun 1947, pada masa itu penduduk dipaksa keluar dari daerahnya sehingga harus beradaptasi agar bisa bertahan hidup, salah satunya adalah dengan belajar pangkas rambut. Demikian juga di Minang, di mana mereka memiliki tradisi yang memaksa kaum pria keluar dari rumah dan hidup mandiri.
Tak berbeda dengan etnis Tionghoa, yang mendapat keahlian memangkas rambut karena pola adaptasi yang memaksa mereka mandiri. Pilihan antara hidup atau mati inilah yang memaksa mereka untuk beradaptasi, belajar sesuatu yang baru, kemudian untuk tetap bertahan mereka belajar melayani dengan baik. Pola berulang inilah yang dilakukan para sesepuh dalam dunia pangkas rambut hingga bisa hidup dengan keahlian itu.
Namun, berbeda dengan generasi sekarang atau milenial yang memulai pangkas rambut dengan pola berkebalikan. Menurut Fatsi, karena mereka tidak ada ancaman kehidupan, mereka memulai dengan melayani konsumen dengan baik, contohnya membangun tempat pangkas rambut yang keren.
"Kemudian barulah ada masalah sehingga mereka buru-buru belajar ini dan itu. Setelah itu, beradaptasi dengan alat dan tren sampai sekarang," kata dia.
Namun kini, Fatsi menilai, pola linear seperti itu tidak lagi berlaku di dunia yang selalu berubah ini. Ia pun mencontohkan bagaimana beberapa barbershop tua mengalami disfungsi dan tidak bisa mendapatkan konsumen lebih muda. Begitu pun dengan barbershop baru yang tak mampu beradaptasi dengan zaman, akhirnya tak sampai setahun sudah tutup.
Karena itu, saat ini harus diterapkan pola sirkuler. Artinya, setelah dapat melayani pelanggan dengan baik, tidak boleh berhenti adaptasi lagi dan terus belajar.(nsa)