Terungkap Alasan Stand-up Comedy Jarang Live di TV
- VIVA/Putri Dwi
VIVA – Komedi tunggal atau yang biasa dikenal dengan stand-up comedy saat ini, sudah banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia. Jenis lawakan stand-up comedy, memang bisa disebut praktis.
Praktis, karena tidak membutuhkan orang banyak, alias hanya satu orang saja untuk menghibur orang lain. Bahkan saat ini di Indonesia, sudah banyak bermunculan beberapa acara ataupun kompentisi pencarian bakat yang menampilkan para stand-up comedian atau komika.
Stand-up comedy seperti memiliki pecintanya sendiri. Namun, tahukah Anda bahwa acara stand-up comedy di televisi itu tidak pernah ditayangkan secara langsung atau live?
Ternyata, hal tersebut memiliki alasan. Itu diungkapkan langsung oleh salah satu komika populer Tanah Air, Mo Sidik. Mo Sidik mengatakan bahwa stand-up comedy memang seharusnya tidak ditayangkan di televisi. Namun, karena alasan industri hiburan, stand-up comedy pun bisa ditayangkan di televisi.
“Stand-up comedy itu sebenarnya habitatnya adalah panggung live tertutup yang orang enggak rekam,” kata dia, saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa 22 Januari 2019.
Namun, untuk mendapatkan dan meningkatkan popularitasnya, maka harus tayang di televisi. Televisi itu, menurut dia, memang seperti kendaraan bagi para komika supaya bisa lebih dikenal di Tanah Air.
Komedian bertubuh besar itu pun mengakui, meskipun sudah bisa tayang di televisi, tetapi acara stand-up comedy pasti tidak pernah tayang secara langsung. “Jadi, yang di TV itu stand-up comedy hampir tidak pernah live di TV Indonesia. Live delay-lah paling mentok,” ujarnya.
Mo Sidik menjelaskan alasan stand-up comedy dilarang tayang secara langsung agar tidak ada yang tersinggung hingga terjadi kontroversi dengan kelakar-kelakar mereka. Apalagi, stand-up comedy pada dasarnya merupakan komedi subjektif yang berdasarkan pemikiran si komika itu sendiri, sehingga tak jarang ada lelucon yang sulit diterima para pemirsa televisi.
“Karena memang kita mulutnya enggak bisa dijaga semua, makanya kontroversial banget kan di Indonesia. Jadi, itulah seninya (bicara sesuka hati). Sekarang, kalau di Indonesia seninya itu gimana kalau kita bikin di ruang publik, tapi jadi sopan dan diterima dengan sensor segala macam,” tutur Mo Sidik. (asp)