Kini Pasar Takjil Benhil Tak Seramai Dulu

Pasar Takjil Benhil
Sumber :
  • VIVA.co.id/Adinda Permatasari

VIVA – Menjelang berbuka, tentu salah satu yang paling dicari adalah takjil. Biasanya, di bulan Ramadan ini banyak pusat takjil yang bermunculan di sudut-sudut Jakarta, salah satu yang cukup terkenal adalah pasar takjil Bendungan Hilir atau Benhil.

Pusat takjil yang berlokasi di depan Pasar Benhil ini menjadi salah satu yang paling ramai diburu orang ketika puasa. Apalagi kalau bukan karena jenis makanannya yang cukup beragam, namun tak seperti tahun-tahun pertama kemunculannya, pasar takjil Benhil kini tidak lagi terlihat sangat ramai pembeli.

Dari pantauan VIVA, Senin, 4 Juni 2018, meski tak bisa dibilang sepi tapi pengunjung tidak terlalu padat memenuhi pasar. Penurunan pengunjung ini pun juga dirasakan oleh para pedagang takjil. Wiwin misalnya, yang mengaku dagangan takjilnya tak lagi selaris dua tahun lalu.

"Penurunan pembeli hampir setengahnya kalau dibanding tahun lalu. Mungkin karena sekarang banyak bazar juga di mana-mana, kalau dulu kan cuma di sini," ujar Wiwin kepada VIVA di Bendungan Hilir, Jakarta, Senin 4 Juni 2018.

Dengan menurunnya pembeli, otomatis omset Wiwin pun berkurang. Namun, Wiwin bersyukur setiap akhir pekan pembeli sangat ramai sehingga bisa menutupi pendapatan yang minus di hari-hari biasa.

Wiwin setiap hari biasa menjual takjil berupa lemang, bubur sumsum, bubur kampiun, beragam kolak, hingga gorengan di pasar takjil Benhil. Di antara makanan yang dijajakannya, lemang yang paling laris diburu pembeli.

"Sehari bisa 30-40 lemang. Kalau kampiun bisa sampai 150 bungkus di Sabtu-Minggu," ujar Wiwin yang sudah berjualan takjil di Benhil selama 8 tahun.

Biasanya, Wiwin mematok harga Rp40 ribu-Rp50 ribu untuk lemang dan Rp10 ribu per porsi kolak. Sementara kampiun dihargainya Rp15 ribu per porsi.

Tak hanya Wiwin, penurunan omset penjualan juga dirasakan Ani. Sejak tahun 2003, Ani sudah berjualan gudeg dan ayam goreng buatan sang ibu di pasar takjil Benhil.

"Memang menurun, kalau dulu bisa habis ratusan ekor, sekarang sehari bisa 50-60 ekor saja," kata Ani yang kini meneruskan usaha ibunya berjualan Gudeg Asli Jogja Laminten.

Ani biasa menjual ayam goreng per ekor dengan harga Rp63 ribu. Sementara gudeg dihargai Rp30 ribu per bungkus.