Lahan Parkir Dibatasi, Akses ke Transportasi Publik Jadi Prioritas
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Sudah lebih dari satu setengah tahun, berbagai negara di dunia berjuang menghadapi pandemi COVID-19. Tanpa disadari, berbagai kebijakan di bidang transportasi yang diterapkan pemerintah telah mengubah pola perjalanan sehari-hari masyarakat perkotaan.
Seperti pembatasan mobilitas penduduk, mulai dari skala lokal hingga regional. Menariknya adalah kebijakan pembatasan mobilitas penduduk tersebut sudah ada di dalam konsep Transit Oriented Development (TOD).
Ini merupakan sebuah pola pembangunan tata kota yang mengintegrasikan menggabungkan guna lahan residensial, perdagangan, jasa, perkantoran, ruang terbuka, dan ruang publik sehingga memudahkan masyarakat melakukan perjalanan dengan berjalan kaki, sepeda, maupun moda transportasi publik.
Salah satu tahapan sebelum pelaksanaan pengembangan kawasan TOD adalah penyusunan dokumen hasil analisis dampak lalu lintas yang harus diselesaikan oleh pengembang/kontraktor seperti PT Metro Karya Indotama.
Kepala Eksekutif Metro Karya Indotama, Arief Rahmanda, mengungkapkan ada beberapa fokus utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan/pengembangan kawasan TOD, di antaranya masa pembangunan dan penyediaan lahan parkir untuk area Transit Oriented Development selama periode operasional.
Selama masa konstruksi, hal-hal yang harus dikaji antara lain pola pergerakan kendaraan angkutan barang pengangkut bahan material, pengaturan lalu lintas sementara di sekitar lokasi pembangunan, dan jadwal kedatangan maupun keberangkatan angkutan barang di luar jam sibuk lalu lintas.
"Tempat parkir memegang peranan penting dalam implementasi TOD. Apabila pada masa konstruksi parkir pekerja konstruksi dan kendaraan barang harus dimaksimalkan, maka pada masa operasional, penyediaan ruang parkir untuk kendaraan bermotor harus diminimalkan," kata Arief, Senin, 9 Agustus 2021.
Menurutnya, jumlah parkir kendaraan bermotor harus diminimalkan dan sebaliknya akses ke transportasi publik berbasis rel maupun berbasis jalan dipermudah dan ditingkatkan kenyamanannya. Selain itu konektivitas jalur sepeda dan pejalan kaki dengan fungsi tata guna lahan di sekitarnya juga harus ditingkatkan.
Dengan meminimalkan lahan parkir bagi warga, maka alokasi aset yang ada dapat disubstitusikan untuk pembangunan perumahan tambahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah (MBR).
Hal ini mutlak diperlukan agar mereka yang membeli/tinggal di kawasan hunian berbasis Transit Oriented Development (TOD) adalah yang benar-benar niat jalan kaki dan bersepeda sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari. "Jadi, bukan sekadar menambah aset pribadi untuk kemudian dijual kembali atau dialihkan kepemilikannya," papar Arief.