Di Balik Keanggunan Riasan Paes Solo Kahiyang Ayu
- Instagram @allseasonsphoto
VIVA – Kahiyang Ayu akan menikah dengan kekasihnya, Bobby Nasution hari ini, Rabu 8 November 2017. Rangkaian prosesi pernikahan dengan adat Jawa tradisional telah dilaksanakan sejak Senin lalu, 6 November 2017.
Sementara itu, hari ini, mereka akan mengucapkan ijab kabul dan menggelar resepsi pernikahan di Gedung Graha Saba Buana Surakarta. Adapun busana pengantin yang dikenakan memiliki dua konsep, yakni busana Putri Solo pada prosesi akad. Sementara itu, pada resespsi malam harinya akan mengenakan busana basahan, atau dodot.
Adapun riasannya akan mengikuti konsep busana yang dipakai, yakni paes Solo tradisional. Endang Soendari Soemaryono, perias senior asli Solo yang bakal mendandani Kahiyang dan Bobby.
Riasan pada saat ijab kabul dan panggih adalah riasan Putri Solo, dengan paes warna hitam. Sementara itu, untuk resepsi menggunakan paes berwarna hijau dengan alis menjangan ranggah.
Sebagai wanita yang telah melakoni profesi merias sejak 1982 ini, dia melakukan ritual khusus, puasa Senin Kamis, agar semua berjalan lancar. "Pokoknya, kita tidak lepas untuk selalu memohon kepada Allah SWT," kata dia, beberapa waktu lalu.
Dan, ternyata tata rias dan busana pengantin Jawa Solo, atau Surakarta memiliki nilai budaya dan penuh filosofi. Tata rias dan busana yang dikenakan tersebut sejatinya terinspirasi oleh raja keraton Kesunanan Surakarta, Jawa Tengah.
Pengantin wanita akan didandani dengan pemakaian paes yang pekat menghiasi dahi. Sedangkan pada tatanan rambut akan disanggul bergaya bangun tulak dan dihiasi ronce melati, serta sisir dan cunduk mentul di bagian atas konde.
Paes pada pengantin Solo sendiri terdiri dari empat bentuk, yakni Gajahan atau Panunggul terletak di tengah dahi yang memiliki maksud agar menjadi manusia yang berilmu. Lalu, Pangapit yang bermakna mampu membedakan baik dan buruk,
"Jadi setiap paes yang diaplikasikan pada pengantin wanita Solo itu memiliki filosofi dan makna di dalamnya. Seperti pada bagian Gajahan terletak di tengah memiliki arti agar agar menjadi manusia yang berilmu serta Pangapit yang bermakna mampu membedakan baik dan buruk," ujar Fitri Liza, Owner Sanggar Liza kepada VIVA.
Bagian lainnya, yakni Panitis yang berarti agar pengantin mampu memilih secara tepat, atau tepat sasaran. Selain itu, Godheg yang merupakan sebuah harapan, agar mampu memberikan keturunan yang dapat melanjutkan ilmu dan kehidupan.
Lantaran sakral dan penuh filosofi, dalam pembuatan paes memerlukan ketekunan dan ketelitian. Untuk itu, dibutuhkan seorang juru rias pengantin yang berkompeten dan mumpuni dalam meriasnya.
Fitri mengungkapkan bahwa kebanyakan dan biasanya dalam ada Jawa, pengantin wanita yang dirias wajib berpuasa sebelum menjalankan acara pernikahan. Hal tersebut untuk membersihkan jiwa dan menguatkan batin, agar dapat melaksanakan tugas dengan baik, serta terhindar dari malapetaka.
"Kalau saya masih mempercayai bahwa pengantin yang ingin dirias, sebaiknya harus melakukan puasa sunnah atau Senin-Kamis. Hal ini untuk membantu membuka aura dan menguji kesabaran, saat pra-nikah," ucap dia. (asp)